Jumat, 17 Desember 2010

Demo Kammi & Pattiro tentang TPP
Double Budget TPP
Pemberian tambahan penghasilan telah diamanatkan dalam   Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Perda 11 Tahun 2006 Kota Semarang
 “Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada PNS berdasarkan pertimbangan objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.


Pembahasan TPP Pemerintah Kota Semarang Tahun 2011 oleh komisi A dan B hanya menyetujui TPP sebesar 103 M dan menunda pemberian uang makan 25 M dan meminta honorarium di masing-masing program dan kegiatan belanja langsung akan  secara bertahap dirasionalkan,sebab Komponen penghasilan seorang PNSD selama ini terdiri atas gaji, tunjangan dan honorarium (kegiatan),insentif (upah pungut), gaji ke 13 dan selain itu apabila PNSD melakukan kegiatan melebihi jam kerja atau di luar hari kerja diberikan uang lembur.

Pemberian honorarium kegiatan disatu sisi dapat menjadi sumber tambahan penghasilan bagi PNS, namun disisi lain dapat menimbulkan ekses di antaranya:
-    Adanya kecenderungan menambah-nambah kegiatan untuk tujuan mendapatkan honorarium.
-    Adanya kecenderungan tingginya komponen honorarium dalam anggaran kegiatan.
-    Terjadi fluktuasi dan ketimpangan penerimaan honorarium antar waktu dan antar OPD
Tahun Anggaran. 2011 Pemerintah Kota Semarang TIDAK menerapkan kebijakan peningkatan penghasilan PNSD dengan mengintegrasikan seluruh anggaran honorarium kegiatan ke dalam anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan ini mengakibatkan membebani kemampuan keuangan daerah dan mengurangi proporsi belanja PUBLIK.
Pemberian tambahan penghasilan bagi PNSD memiliki tujuan dan manfaat yang berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintahan daerah.
Di sebagian besar wilayah pemerintahan, kinerja aparatur pemerintahan daerah masih menjadi sorotan tajam berbagai pihak sampai saat ini. Hal tersebut disebabkan masih rendahnya tingkat produktivitas kerja aparatur dibandingkan dengan kinerja karyawan yang bekerja di sektor swasta.
Ada indikasi bahwa hal ini diantaranya disebabkan kurang jelasnya sistem penilaian kinerja dan kurangnya insentif yang diberikan kepada aparat pemerintah daerah untuk bisa lebih giat meningkatkan produktivitas kinerjanya.
Kedua penyebab diatas pada dasarnya berkaitan dengan penghasilan yang diterima oleh PNSD. Akan sulit bagi mereka untuk dapat bekerja dengan optimal apabila penghasilan yang diterimanya tidak sebanding dengan kontribusi yang mereka berikan.
ANALISIS SEDERHANA tentang Tambahan Penghasilan PNS

1.    Tambahan Penghasilan Pegawai secara konsepsional dimaksudkan untuk menghilangkan pola honorarium kegiatan sebab honorarium kegiatan bersifat tidak adil, cenderung like or dislike Pengguna Anggaran untuk melibatkan PNS dalam suatu kegiatan.
2.    Peraturan Menteri bukanlah peraturan yang sempurna. Realitas inilah yang mendukung argumentasi perlunya otonomi daerah, yang dalam konteks ini adalah kecerdasan pemerintah daerah termasuk masyarakat di daerah untuk berpikir dan bertindak bijak dalam menyikapi regulasi dari pemerintah pusat.
Sangat ironis, suatu Peraturan Menteri yang mengatur keuangan daerah menyatakan bahwa diperkenankan menganggarkan TPP dalam Belanja Tidak Langsung dan Honorarium PNS dalam Belanja Langsung sebab secara substansial menunjukkan double-budget. Hal ini didukung ketentuan dalam APBN bahwa seorang PNS pemerintah pusat hanya diperkenankan memperoleh honorarium dari 2 kegiatan (2 DIPA), hal ini berarti pemerintah pusat menyadari bahwa honorarium PNS dalam suatu kegiatan akan cenderung double budget dengan TPP maka direduksi kemungkinan double budget dengan membuat ketentuan hanya boleh memperoleh honorarium maksimal 2 (dua) kegiatan.
3.    Apabila menganggarkan TPP, maka mutlak menghapus anggaran honorarium PNS dalam pelaksanaan kegiatan sebab konsekuensi pendekatan keadilan anggaran dalam pengalokasian untuk PNS. Hal ini juga untuk menghindari munculnya double budget.
4.    TPP harus disusun dengan pendekatan kajian yang komprehensif bukan pendekatan jabatan struktural/eselon sebab TPP bukan Tunjangan Struktural ataupun Tunjangan Jabatan. TPP versi Permendagri 13/2006 maupun versi Permendagri 59/2007 tidak berbeda dalam konsepsi, kedua aturan tersebut menegaskan perlunya analisis yang komprehensif yang disebut dengan istilah pertimbangan obyektif bukan pertimbangan subyektif. Obyektif berarti membutuhkan kajian komprehensif terhadap suatu obyek, yang dalam hal ini TPP terhadap obyek kinerja PNS, kesejahteraan PNS, beban kerja PNS, resiko kerja PNS, prestasi kerja PNS, profesionalitas PNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar