Selasa, 28 Februari 2012

Pemindahan Pedagang Pasar Bulu Tidak Jelas

DINAS Pasar kembali menjadwal ulang rencana pemindahan Pasar Bulu ke tempat penampungan sementara di Jalan HOS Cokroaminoto dan Jayengan. Kali ini pedagang dideadline awal April harus mengosongkan Pasar Bulu serta menempati los dan kios yang telah dibangun.

Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid dihadapan Komisi B DPRD kemarin mengungkapkan rescheduling pemindahan pedagang tersebut menyesuaikan agenda pembongkaran Pasar Bulu oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). ”Pembongkarannya di bulan April. Kami masih memberi kesempatan pedagang untuk berjualan di Pasar Bulu hingga akhir Maret.

Awal April atau maksimal pada 6 April, pedagang harus sudah mengosongkan Pasar Bulu,”tegas dia. Hasil koordinasi dengan DPKAD diketahui pada tanggal 2 April lelang pembongkaran Pasar Bulu terkait kegiatan revitalisasi akan dimulai. 12 April pemenang lelang akan diumumkan dan pembongkaran bangunan dimulai 23 April hingga 18 Mei.

”Jadi pada saat pembongkaran itu sudah tidak ada lagi pedagang,” ujar Madjid. Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono meminta agar koordinasi antara Pemkot dan pemerintah pusat diintensifkan. Pasalnya,hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai status bantuan pusat.

Sumber : Seputar Indonesia 28 Pebruari 2012

Jumat, 24 Februari 2012

Komitmen Pemkot Dipertanyakan-DPRD: Relokasi Pasindra ke Penggaron Mendesak

SEMARANG– Sikap Pemkot Semarang menunda penyegelan usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra) dan tidak segera merelokasi ke rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron dipertanyakan Komisi B DPRD.

Dewan menilai pemerintah kota tidak komitmen dengan janji dan aturan yang telah dibuatnya.“ Kami sayangkan sikap Pemkot yang melempem,tidak mengikuti kesepakatan bersama dan aturan.Kalau memang sampai persoalan RPU Penggaron ini tidak serius, atas nama pribadi dari Fraksi PKS, kami akan menggalang dukungan untuk hak angket,” tegas Wakil Ketua Komisi B DPRD Ari Purbono,kemarin.

Selasa, 21 Februari 2012

Pasindra Salahi Aturan

Pasindra Harusnya untuk Hasil Bumi
  • Bukan untuk Pemotongan Unggas
SEMARANG- Peruntukkan Pasar Induk Raharja (Pasindra) sebagai pemotongan unggas menyalahi aturan. Sesuai ketentuan, pasar yang berada di Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk ini semestinya Pasar Induk yang menjual hasil bumi.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono menilai rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya belum efektif. Rekomendasi itu soal penutupan usaha pemotongan unggas di Pasindra, dan seluruh pedagang ke RPU Penggaron.

Senin, 20 Februari 2012

Dewan Dampingi Penyegelan

Pedagang Unggas Pasindra
Ketidaktegasan Satpol PP Pemkot Semarang menutup usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra), membuat kalangan dewan geram. Komisi B berencana mendampingi Satpol PP ke ke lapangan, untuk menutup usaha unggas yang men­empati Pasindra serta sejumlah rumah pemotongan unggas lain di luar RPU Penggaron. "Kalau Satpol PP tidak bisa, kami akan turun kelapangan.

Kami akan dampingi (Satpol PP) melakukan penyegelan. Tidak hanya di Pasindra, tapi jugs untuk rumah pemotongan unggas di luar RPU Penggaron;' ucap Wakil Ketua Komisi B, Ari Purbono, kepada Radar Semarang, kemarin (18/2). Seperti diketahui, langkah Satpol PP menyegel usaha ung­gas di Pasindra, Jumat (17/2) lalu batal dilakukan. Sebab, pedagang melakukan. perlawanan, dengan memblokir semua akses Pasindra. Tidak ingin terjadi kontakfisik den­gan pedagang, Kepala Satpol PP Gurus Risyadmoko akhirnya me­narik mundur personelnya.

Penarikan mundur personel Satpol PP, setelah Gurus dan sejumlah perwakilan pedagang melakukan perundingan. Isi perundingan, peda­gang diberi kesempatan bertemu dan mengajukan luntutan kepada komisi B. Pertemuan antara pedagang dan komisi B serta perwakilan Pemkot dilakukan pada Senin 20/2) besok. Kemarin, sejum­ah pedagang mulai enggan berkomentar terkait masalah tersebut. "No comment. Saya tidak ingin komentar masalah ini. tidak usah mancing-mancing," ujar Triyono, seorang pedagang unggas dengan nada tinggi. Bicara saja dengan Pak Agus Ketua FKPS Agus Tiyanto, yang jelas kami tidak mau komentar," tandasnya.

Ketua Forum Komunikasi pedagang Semarang (FKPS) Agus Tiyanto mengatakan, para pedagang akan menemui anggota comisi B, sesuai janji Satpol PP pada jumat (17/2) lalu. "Teman-t­eman (pedagang unggas Pasindra) sudah sepakat seperti komitmen satpol PP merembug masalah ini ke komisi B, Senin besok ujarnya. Dalam pertemuan besok, lanjut agus, pihaknya akan mengede­pankan dialog dengan kepala dingin untuk mencari celah­-celah solusi yang paling men­guntungkan. 

Pedagang juga akan mempertanyakan kebi­jakan pemusatan usaha unggas di RPU Penggaron yang dinilai tak memiliki kekuatan hukum. "Kami akan mempertanyakan alasan Pemkot memusatkan pedagang dan jasa unggas di RPU Penggaron. Dasar hukumnya apa? Kami ingin melihat dasar yuridisnya sejauh mana. Dan, kalau pedagang tetap menempati Pasindra bagaimana?" kata Agus. Apakah pedagang tetap akan melakukan perlawanan seperti pada Jumat (17/2) lalu, ketika Satpol PP akan melakukan penyegelan? Bagaimana jika Pemkot dan dewan tetap ber­sikukuh menertibkan pedagang unggas di luar RPU Penggaron? "Dari tim akan mengondisikan tidak terlalu ke sana (bentrok). 

Kami akan gunakan akal sehat, hormati pemerintah, tapi kita juga ingin pemerintah dan DPRD taat dengan peraturan. Jangan sampai pedagang digenjet dengan per­aturan, tapi dasar peraturannya sendiri tidak kuat;'tandasnya. Menjawab soal aturan yang dipersoalkan perwakilan peda­gang, Ari Purbono menyatakan, pemusatan usaha dan jasa pemotongan unggas di RPU Penggaron sudah diatur dalam Perda Kesmafet No 6 Tahun 2008. 

Selain itu, sentralisasi usaha tersebut juga tercantum dalam Perda Rencana Tata Ruang dan wilayah (RTRW). Juga ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). "Kita tidak akan mengubah Perda yang ada sesuai dengan aturan yang ada Perda Kesmafet No 6 Tahun 2008. Di RTRW ada, di RPJMD ada. 

Jadi sudah jelas dan kami tetap tidak akan men­gubah rekomendasi penutupan itu," tegas politisi PKS tersebut. Sementara itu, usaha pemo­tongan unggas di Jalan Merak, kawasan Kota Lama, tepamya sisi selatan Polder Tawang yang disegel Satpol PP, kemarin, tidak ada aktivitas. Pita kuning tanda penyegelan masih melintangi pintu gerbang yang tertutup seng. Sebuah kertas warna merah muda bertuliskan pelanggaran Perda juga tertempel di samping pintu tersebut.

Sumber : Jawa Pos, 19 Pebruari 2012

Sabtu, 18 Februari 2012

PKL Perlu Ditata Kembali

BALAI KOTA- Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sejumlah wilayah Kota Semarang perlu penataan ulang, sebab keberadaan mereka dinilai masih mengganggu aktivitas warga Semarang lain.

Berdasarkan temuan Komisi B DPRD Kota Semarang, bahkan ada PKL di ruas Jalan Pandanaran II yang menjual bukan peruntukkannya, yaitu minuman keras.

Hal tersebut mengemuka dalam rapat kerja Komisi B dengan Dinas Pasar, Bappeda dan sejumlah pedagang, Jumat (17/2). Menurut Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono, pemkot dalam menata PKL belum mengacu pada peraturan yang ada. ’’Kami banyak mendapatkan keluhan warga di sekitar jalan WR Supratman yang menyatakan pedagang menganggu lalu lintas. Juga menutup pintu akses salah satu gereja,’’ kata Ari.

Di bagian lain, anggota Komisi B Danur Rispriyanto menemukan ada PKL di Jalan Pandanaran II yang memperjual belikan minuman keras, hal ini dianggap meresahkan masyarakat terutama pengunjung. ’’Kalau ini dibiarkan, citra kawasan Simpanglima dan Taman KB sebagai sentra kuliner bisa tercoreng. Sebelumnya sudah ditegaskan bahwa tidak ada jual beli minuman keras,’’ tandas Danur.

Temuan itu, kata politikus Partai Demokrat, harus segera ditindak lanjuti, agar PKL di kawasan tersebut yang sudah menjadi percontohan bisa dipertahankan. ’’Percuma, sudah ditata tetapi masih ada yang melanggar, sebab penataan PKL ini untuk menguntungkan semua pihak. Kalau menjual minuman keras juga mempengaruhi pedagang lain, sebab pengunjung enggan mampir,’’ tegasnya.

Sementara itu, anggota Komisi B yang lain, Hanik Khoiri Solikah meminta agar keberadaan PKL mingguan di Jalan WR Supratman ditertibkan kembali, karena mengganggu warga lain yang melintas. ’’Walaupun mereka berjualan seminggu sekali, tetap harus mematuhi aturan yang ada sama seperti pedagang lain,’’ kata Hanik.

Selain itu, ia juga meminta aparat meminta menertibkan bangunan PKL yang semi permanen di ruas jalan tersebut. Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengatakan, temuan adanya penjualan dan bangunan semipermanen itu akan ditindaklanjuti.

’’Bersama aparat kecamatan dan keluarahan kami akan melakukan penertiban. Memang PKL WR Supratman menjadi perhatian dinas pasar,’’ tutur dia. Selain itu, pihak dinas pasar juga akan melakukan pengecekan pada PKL Jl Pandanaran II yang menjual minuman.

Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL Pandanaran Sakti Setyawam Djuanedi mengakui, ada PKL yang menjual minuman.’’Kami akan mencoba berbicara dengan rekan kami, ke depannya tidak lagi menjual minuman keras,’’ ujarnya.

Sumber : Suara Merdeka ,18 Februari 2012

Pajak dan Retribusi Parkir Belum Optimal

SEMARANG- Penerimaan pajak dan retribusi parkir Kota Semarang pada 2011 sebesar Rp 4,4 miliar masih kurang optimal walaupun telah melampuai target yang ditetapkan, yakni Rp 3,7 miliar.

Pasalnya, banyak potensi besar yang belum tergarap. Misalnya parkir di area perbankan dan beberapa tempat yang ada kegiatan perpakiran. Untuk itu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) serta Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informarika (Dishukominfo) Kota Semarang harus mengambil langkah mengoptimalkan pendapatan pajak dan retribusi parkir.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Ari Purbono menyatakan, walaupun pihak perbankan tidak menarik biaya parkir tetap harus menanggung pajak parkir.

Jumat, 17 Februari 2012

Anggota Dewan Siapkan Hak angket

Janji Satpol PP Kota Semarang menyegel usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra) di Terboyo Kulon kemarin tak terbukti. Pemkot pun kena getahnya.

DPRD Kota Semarang geram dengan kondisi ini.Ketidaktegasan Satpol PP itu akan berimbas pada kewibawaan pemerintah. Anggota Dewan mengancam akan menggunakan hak angket jika Pemkot Semarang tidak tegas menjadikan RPU Penggaron sebagai pusat usaha unggas seperti yang diamanatkan perda.

”Kalau sampai akhir Februari pedagang Pasindra tidak juga dipindah ke RPU Penggaron, kami akan menggunakan hak kami, hak angket,” tandas Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono kemarin. Sikap tak tegas yang diperlihatkan Satpol PP juga menyulut kegeraman anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Kholison. ”Sudah ada instruksi dari Plh sekda untuk menyegel, tapi itu tidak dilakukan.Kami juga telah merekomendasikan penyegelan. Secara internal ini berarti pembangkangan,tidak loyal kepada pimpinan.

Kamis, 16 Februari 2012

Pedagang Pasindra Pilih Bertahan

SEMARANG– Pedagang unggas dan jasa pemotongan unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra), Terboyo Kulon tetap bersikukuh tak mau pindah ke rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron.

Mereka bersedia pindah asal semua fasilitas dan sarana pendukung aktivitas pedagang di RPU Penggaron sudah dilengkapi. ”Fasilitas air bersih belum berfungsi. Padahal air sangat penting bagi higienitas ayam potong,” kata Iskandar, 50,salah satu pedagang jasa potong unggas Pasar Pasindra kemarin.

Kemarin perwakilan pedagang unggas dan jasa pemotongan unggas di Pasindra bertemu dengan Komisi B DPRD Kota Semarang. Mereka mendesak Dewan mengeluarkan rekomendasi penundaan penyegelan lapak dan kios unggas di Pasindra. ”Kami mohon agar penyegelan bisa ditunda hingga fasilitas dilengkapi. Termasuk akses jalan dari RPU Penggaron sampai Jamus, Bangetayu Wetan dan angkutan umum yang masuk sampai RPU. Sementara ini kami mohon untuk (diperbolehkan) menempati Pasindra,”kata Iskandar.

Menanggapi permintaan pedagang,Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menyatakan kepindahan pedagang ke RPU Penggaron adalah keharusan.Pasalnya, RPU Penggaron sudah ditetapkan Pemkot Semarang sebagai sentra pasar unggas di kota ini. ”Kalau pedagang mintanya seperti itu,Komisi B lepas tangan. Kami tetap tidak akan mengeluarkan rekomendasi seperti permintaan pedagang, tidak ada penundaan kepindahan,” tandasnya. Anggota Komisi B lainnya, Kholison menambahkan, sudah ada komitmen dari Pemkot untuk memenuhi fasilitas RPU Penggaron.

Meski dilakukan bertahap,pedagang harus bisa mengapresiasi dan mendukung program pemerintah. Di sisi lain, rencana relokasi sudah disiapkan sejak lama sehingga penundaan berimbas pada kewibawaan pemerintah. Juga menyebabkan bangunan RPU mangkrak. Sementara itu,janji Pemkot Semarang menyegel lapak dan kios unggas di Pasindra kemarin tak jelas juntrungannya. ”Itu sudah kewenangan Satpol PP,” ujar Sekretaris Dinas Pasar Fajar Purwoto. Adapun Kepala Satpol PP Gurun Risyadmoko diketahui berada di Jakarta dan hanya mengabarkan penyegelan ditunda.

”Sudah kami jadwalkan, besok (hari ini) kami ke sana (Pasindra),” ujar Gurun lewat pesan singkat kemarin. Wali Kota Semarang Soemarmo HS berpendapat kekurangan fasilitas di RPU Penggaron tidak bisa dijadikan alasan penolakan oleh pedagang Pasindra. Sebab, Pemkot Semarang telah berusaha keras memenuhi semua permintaan pedagang.

Sumber : Seputar Indonesia, 16 Pebruari 2012

Rabu, 15 Februari 2012

Giant ‘Bunuh’ Pasar Karangayu

Begitu beroperasi, Giant dianggap menjadi batu sandungan. Maklum saja, swalayan ini bertetangga dengan pasar tradisional Karangayu.

Hypermarket yang sejak beberapa bulan silam telah berdiri itu kini benar-benar memantik gerah sebagian besar pedagang Pasar Karangayu. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Karangayu Samidi Wiharjo menuturkan, keberadaan Giant di Jalan Sudirman itu kini menjadi biang menurunkannya omzet dalam sepekan terakhir ini.

“Saat pembukaan Giant, pembeli di pasar tradisional bisa dihitung. Saya tidak tahu, apakah sepinya pembeli karena ada masa promo di Giant atau memang sudah mulai pindah belanja. Sekarang ini benar-benar terasa, termasuk pelanggan saya sendiri yang mengaku harga-harga di sana (Giant) jauh lebih murah. Selain itu, barang dagangannya juga segar-segar,” kata Samidi yang juga pedagang ayam potong ini.

Dulu, masih kata Samidi, ia bisa menjual 20 ekor ayam perhari. Namun sekarang turun lima sampai 10 ekor saja. “Kami pernah membahas persoalan itu dalam rapat pengurus payuban. Dan ternyata memang benar, ada penurunan pembelian. Yang paling terasa imbasnya adalah pedagang kelontong dan sayur mayur. Biasanya setiap hari paling sedikit 10 pembeli, namun beberapa hari terakhir hanya dua atau tiga pembeli saja yang bertransaksi.

Saat ini banyak pedagang mempertanyakan komitmen Pemkot yang sempat melontarkan pernyataan akan melindungi pasar-pasar tradisional. Namun pendirian pasar moderen justru sangat berdekatan dengan pasar tradisional sehingga mengancam petumbuhan ekonomi kerakyatan.

Sementara Komisi B DPRD Kota Semarang, yang menangani perkembangan pasar tradisional, berencana akan mengundang instansi teknis untuk mengetahui kejelasan masalah tersebut. Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono menyatakan, munculnya Giant dekat dengan Pasar Karangayu itu menjadi hal yang kontradiktif, disaat Pemkot berupaya melindungi pasar tradisional. “Dengan mengundang SKPD terkait, dewan akan mempertanyakan komitmen Pemkot itu seperti apa,” tegas Ari.

Anggota Komisi B Kholison justru menyoroti soal izin pendirian Giant. Ia mendesak Pemkot untuk melakukan penelusuran/kajian atas izin yang dimiliki oleh pemilik/investor Giant Karangayu tersebut. “Harus ditelusuri lagi izin apa yang dikantongi Giant. Kalau ternyata nggak berizin, bisa saja Pemkot melakukan penutupan sementara sampai investornya menyelesaikan izin-izinnya. Namun secara prinsip, pendiriannya di sebelah pasar tradisional sudah melanggar karena bisa saja mematikan pasar yang sudah ada,” kata Kholison.

Cuma Cabang
Terpisah, Kepala Bidang Perizinan Perekonomian Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang Amirin Dzazuli, saat rapat dengan Komisi A DPRD yang menangani perizinan usaha belum lama ini, mengakui saat ini banyak toko moderen yang belum memiliki surat izin usaha perdagangan (SIUP). Hal itu dikarenakan sebagian besar pengelolaannya di daerah merupakan kantor cabang.

“Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/ 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Dalam aturan itu, usaha di daerah/ kantor cabang masih menjadi pengecualian. Dengan begitu, toko-toko moderen tersebut merupakan cabang usaha sehingga dalam peraturannya menjadi hal yang dikecualikan. Untuk izin-izin yang lain seperti KRK (Keterangan Rencana Kota), IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan HO (Hinder Ordonantie/ Izin Gangguan) tetap dikeluarkan oleh Pemkot,” jelas Dzazuli

Selasa, 14 Februari 2012

RPU Penggaron Disegel

Rumah pemotongan unggas Penggaron diobok-obok Satpol PP, kemarin. Kios-kios di sana disegel. Mengapa?

Karena tak juga ditempati para pedagang unggas setelah hampir 6 bulan, akhirnya belasan kios dan lapak di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron disegel oleh Pemkot.

Kemarin, petugas Dinas Pasar dan Satpol PP terpaksa menyegel kios-kios kosong tersebut dengan menempelkan kertas bertuliskan penutupan sementara, dan kios-kios tersebut mulai kemarin dalam penguasaan Pemerintah Kota Semarang.

Kepala Dinas Pasar Abdul Madjid mengatakan, penutupan kios tersebut untuk menegakkan Perda No10 tahun 2000 tentang pengaturan pasar. Selain itu juga menindaklanjuti rekomendasi Komisi B DPRD Kota Semarang dalam rapat kerja 09 Februari lalu yang antara lain berbunyi, tindak lanjut pencabutan hak pemakaian tempat dasaran di RPU Penggaron.

“Selama kios ini ditutup, statusnya dalam pengawasan Satpol PP. Kalau memang selama 7x24 jam masih tidak ditempati pemiliknya, akan kami tawarkan ke pedagang lain,” cetusnya.

Kios yang disegel itu di antaranya delapan lapak pemotongan ayam, dan 11 kios penjualan ayam. Para pedagang yang mengosongkan kios-kios itu saat ini berjualan di Pasar Pasindra Terboyo. “Kami menyediakan tempat untuk mereka sejak September lalu. Kalau memang tidak di pakai ya terpaksa akan kami tawarkan ke pedagang lain,” imbuh Madjid.

Selama enam bulan RPU Penggaron beroperasi ini, lanjut Madjid, lapak yang sudah ditempati sudah ditarik retribusi sejak tiga bulan lalu, sementara yang belum menempati belum ditarik retribusi.

Terkait adanya pedagang ayam yang berjualan di Pasar Pasindra, Dinas Pasar sudah mengirimkan surat teguran agar segera pindah ke RPU Penggaron. ”Kami sudah berupaya mencukupi fasilitas yang dibutuhkan sesuai standar minimal. PRU tersebut dibangun Pemkot dnegan biaya yang besar,” lanjut Madjid.

Majid berharap para pedagang unggas yang belum masuk ke RPU Penggaron segera masuk dan bergabung dengan pedagang lainnya. apalagi para pedagang ini sudah punya pelanggan, pasti para pelanggan akan mencari pedagang,” ujarnya.

Madjid mengaku tidak bisa melakukan tindakan represif terkait pedagang yang ada di Pasar Pasindra, karena merupakan kewenangannya Satpol PP.

Percuma Ada Perda!
Tindakan tegas Satpol PP dan Dinas Pasar ini sejatinya berpijak dari sentilan keras kalangan dewan yang sempat pesimistis terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Dalam sidang paripurna penetapan perda, Senin lalu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono melontarkan kata-kata panas saat memberikan tanggapan dalam sidang paripurna penetapan perda, kemarin. “Percuma saja ada perda. Susah payah kita membuat perda, ternyata masih belum bisa ditegakkan. Bahkan, ada yang dilanggar,” katanya dengan suara lantang.

Ari menyebut satu contoh perda yang sampai sekarang belum ditegakkan SKPD, yakni Perda Kesehatan Masyarakat Veteiner (Kesmavet). Salah satu bab/pasal dan ayat di dalam perda itu menyebutkan, semua usaha jasa pemotongan unggas harus dilakukan di dalam rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron.

Ia menilai Satpol PP Kota Semarang belum mampu melakukan tindakan penegakan perda. “Di Pasindra saja sekarang masih ada, mengapa mereka (pedagang pemotongan unggas) tidak ditindak tegas?” tegasnya.

Tindak Pedagang
Mendengar pernyataan Ari Purbono tersebut, Plh Sekda Kota Semarang Hadi Purwono langsung maju ke atas mimbar dan memberikan penjelasannya. Hadi langsung meminta SKPD terkait untuk segera bertindak tegas terhadap pedagang yang masih berada diluar RPU.

“Nanti, semua pedagang (pemotongan unggas) harus masuk ke RPU!” tegas Hadi sembari melirik Kepala Satpol PP Kota Semarang Gurun Risaydmoko. “Jika imbauan ini tidak diindahkan, maka izin dasaran mereka yang ada di RPU akan dicabut dalam batasan waktu tertentu! Bahkan, mereka pun tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan usaha pemotongan unggas dimanapun (di wilayah Kota Semarang).”

Soal pedagang yang masih berada di pasar induk raharja (Pasindra) Kaligawe, ia meminta usaha itu harus segera dihentikan. “Saya minta sekali lagi kepada SKPD terkait agar rekomendasi dari Komisi B DPRD yang meminta agar semua pedagang tersebut masuk ke RPU segera dijalankan!” Tegasnya lagi.

Menanggapi penegasan Sekda tersebut, Gurun Risyadmoko pun langsung bereaksi. “Ya, kami akan siap melaksanakannya. Besok (kemarin, red) akan segera kami sosialisasikan kepada pedagangnya untuk segera pindah ke RPU. Kemudian kami akan menyegel semua lapak usaha potong unggas yang ada di Penggaron,” kata Gurun singkat.

Sumber : Harian Semarang 14 Pebruari 2012

Senin, 13 Februari 2012

Pasar Rasamala Memprihatinkan

Para pedagang di Pasar Rasamala, Kelurahan Srondol Wetan, Banyumanik, mengeluhkan kondisi pasar yang mengalami rusak parah.

Keadaan tersebut terjadi karena sejak berdiri sekitar tahun 1985 hingga sekarang, pasar yang terletak di Jalan Rasamala Timur dan Jalan Rasamala Raya Kelurahan Srondol Wetan itu tidak pernah direnovasi sekali pun.

Padahal para pedagang maupun melalui perwakilannya di Persatuan Pedagang Jasa Pasar (PPJP) Pasar Rasamala sudah mengajukan proposal renovasi sebanyak tiga kali dan surat permohonan kepada instansi terkait, tetapi tidak mendapat tanggapan.

Ketua PPJP Pasar Rasamala, H Halim Ritonga, Minggu (12/2) mengatakan, hampir semua bagian pasar mengalami kerusakan parah sehingga membahayakan para pembeli maupun pedagang yang berjualan di tempat tersebut.

Para pedagang pun mengeluhkan kondisi pasar yang sudah tidak nyaman digunakan untuk berjualan. Salah satunya adalah kondisi talang dan atap yang bocor. ”Saat hujan, sejumlah pedagang tidak bisa berjualan karena lapak jualannya kebocoran air hujan. Kondisi atap pasar yang keropos juga menjadi satu kekhawatiran para pedagang,” terang Halim.

Swadaya

Jujuk (45), pedagang daging mengatakan, selama ini kerusakan yang terjadi di pasar diperbaiki sendiri oleh para pedagang secara swadaya. ”Kami bisanya hanya memperbaiki yang sifatnya tambal sulam saja dengan cara patungan. Seperti memperbaiki talang yang bocor atau saluran yang mampet,” katanya.

Ibu Maryono (54), pedagang sembako menambahkan, dia tidak keberatan merogoh kocek sebesar Rp 81 ribu per bulan untuk biaya restribusi los jualan yang berukuran 2x4 meter.

”Saya tidak keberatan ditarik restribusi sebesar itu tetapi yang penting ada timbal baliknya,” kata wanita yang mengaku telah berdagang di pasar itu sejak tahun 1990-an itu.

Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengatakan, pemerintah belum mempunyai anggaran untuk pembangunan Pasar Rasamala pada tahun 2012. Sebab saat ini anggaran masih terfokus pada pembangunan Pasar Bulu dan perbaikan Pasar Sampangan Baru. ”Tahun ini pemerintah belum mempunyai anggaran untuk pembangunan Pasar Rasamala,” katanya.

Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua Komisi B Kota Semarang, Ari Purbono. Pada tahun ini anggaran pasar masih terfokus untuk pembangunan Pasar Bulu dan perbaikan Pasar Sampangan Baru.

Sumber : Suara Merdeka 13 Pebruari 2012

Jumat, 10 Februari 2012

Pasindra Wajib Tutup Pemotongan Unggas

Penertiban usaha pemotongan unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra), Terboyo Kulon, membuat Pemkot Semarang memilih menekan pemilik pasar agar pedagang mau ke RPU Penggaron.

Demikian juga dengan 70 usaha pemotongan unggas yang tersebar di Kota Semarang, Dinas Pertanian wajib mengembalikannya ke RPU Penggaron.

Penegasan itu disampaikan Plh Sekda Hadi Poerwono saat rapat kerja dengan Komisi B, Kamis (9/2).

”Besok (hari ini-Red), pemilik Pasindra Agus Sofyan Hadi akan saya panggil. Saya minta dia mengembalikan pedagang pemotongan unggas ke RPU Penggaron. Pasindra bukan untuk pemotongan unggas. Kalau bisa secepatnya. Kalau sampai berlama-lama, kami izin usaha kami cabut,” kata dia.

Hadir lengkap dalam rapat kerja itu, Kepala Dinas Pasar Abdul Madjid, Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Eko Cahyono, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Arif Rudianto, Kepala Satpol PP Gurun Risyadmoko, Kabag Hukum Adri Wibowo serta instansi teknis lainnya. Pedagang dan jasa pemotongan unggas yang menempati Pasindra tercatat 14 orang.

Koordinasi

Gurun menyatakan personel Satpol PP akan bertindak dalam penertiban usaha pemotongan asalkan mendapatkan data-data dari Dinas Pertanian.

Pimpinan rapat, Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono berharap masalah penertiban tidak berlarut-larut. Sering Pemkot mengulur-ulur waktu dengan alasan belum berkoordinasi. Komisi B sudah mengeluarkan rekomendasi kepada Dinas Pasar, Satpol PP, DTKP, Dinas Pertanian, namun tidak ada hasil.

Sumber : Suara Merdeka, 10 Februari 2012

Selasa, 07 Februari 2012

Kenaikkan Retribusi PKL 100%
Pedagang Minta Sesuai Zonasi 

SEMARANG – Dinas Pasar diminta melakukan pembedaan terkait rencana kenaikan tarif retribusi pedagang kaki lima. Pembedaan diberlakukan berdasar zonasi, wilayah khusus, tengah kota dan wilayah pinggiran.

Sebab, tidak semua titik PKL punya pendapatan dan omzet yang sama. Pedagang klitikan Taman Progo,Teguh Gunawan berharap Dinas Pasar tidak kaku dengan rencananya menaikkan retribusi PKL sebesar100% dari retribusi sebelumnya.Kenaikan perlu dilakukan secara bertahap. Selain itu,sebelum menentukan prosentase kenaikan, Dinas Pasar perlu melakukan kajian omzet dagangan PKL. ”Omzet di PKL Simpanglima bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per hari.

Senin, 06 Februari 2012

Revitalisasi Pasar Tradisional Lamban

SEMARANG– Revitalisasi sejumlah pasar tradisonal di Kota Semarang berjalan lamban. Buktinya, penyelesaian sejumlah proyek pembangunan pasar meleset dari target yang telah direncanakan sebelumnya.

Kondisi tersebut bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang tumbuh subur di Ibu Kota Jawa Tengah ini. Beberapa pasar tradisional yang tersendat pembangunannya misalnya,Pasar Jrakah.Revitalisasi pasar menjadi dua lantai dengan total anggaran Rp3,81 miliar yang ditargetkan selesai akhir 2008 lalu hingga kini juga juga belum tuntas.

Jumat, 03 Februari 2012

Giant Ancam Pasar Karangayu

KOMITMEN Pemkot Semarang untuk melindungi kelangsungan usaha pedagang di pasar tradisional dipertanyakan kalangan DPRD.Pasalnya Pemkot melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu diam-diam memberikan izin operasional Giant Hypermarket di Jalan Jenderal Sudirman, tak jauh dari Pasar Karangayu.

”Kenapa harus berdiri berdekatan dengan Pasar Karangayu.Komitmen Pemkot yang katanya ingin melindungi pasar tradisional di mana,” kritik Wakil Ketua Komisi B DPRD Ari Purbono,kemarin. Mantan calon wakil wali kota ini menyesalkan sikap gegabah BPPT yang terburu mengeluarkanizintersebut. MenurutKepala BPPT Sri Martini,izin toko modern yang dikantongi Giant Karangayu sudah memenuhi persyaratan dan mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

Sumber : Seputar Indonesia, 3 Pebruari 2012
Dekati Pasar Karangayu, Izin Toko Modern Giant Disorot

Izin Toko Modern yang dikantongi Giant hypermarket di Jalan Jenderal Sudirman mendapat sorotan tajam. Jaringan supermarket waralaba dan pengecer besar di tiga negara ini hanya beradius sekitar 100 meter dari Pasar Karangayu. Kalangan Dewan pun mengendus adanya indikasi "main mata" dalam proses perizinan tersebut.

Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono, Kamis (2/2). Menurutnya, toko modern tersebut berdiri di daerah pinggiran seperti halnya cabang Giant yang lain di Penggaron dan Telogosari. "Kami sesalkan kenapa harus berdiri berdekatan dengan Pasar Karangayu. Di mana komitmen Pemkot yang katanya ingin melindungi pasar tradisional," ungkap Ari.
Begitu pula dengan Badan Perizinan dan Pelayanan Terpadu (BPPT) yang mengeluarkan izin tersebut. Semestinya institusi pengendali perizinan toko modern ini lebih selektif dalam menerbitkan izin. Dia menilai, komitmen Pemkot untuk melindungi pasar tradisional dari gerusan arus globalisasi ini masih jauh panggang dari api.

Kamis, 02 Februari 2012

Perpanjangan Kontrak PT CSI Ditolak 

BALAI KOTA- Dewan menolak perpanjangan kerja sama pengelolaan parkir tepi jalan umum dengan PT CSI. Sebab Perda Retribusi Jasa Usaha belum disahkan. Permasalahan perparkiran memang semakin pelik. Selain mekanisme pengelolaan tidak trans­paran, juga muncul pro-kontra akibat pemutusan kontrak perjanjian dengan koordinator lapangan para juru parkir.

Hal itu terungkap lewat Rapat Pansus Raperda Retribusi Jasa Usaha, Selasa (31/1). Asisten Pemerintahan Setdakot Adi Trihananto mengatakan, problem perparkiran sudah panjang.
”Tahun ini, pengelolaan parkir dengan model dikerjasamakan dengan pihak ketiga diharap bisa memunculkan hitungan pasti pendapatan daerah dari sektor tersebut,” ujarnya.
Pada dasarnya, lanjut Adi, Pemkot tidak ingin pengalaman buruk tentang pengelolaan parkir terulang. Karena itu, langkah yang ditempuh dengan memutus mata rantai perparkiran yang sedemikian panjang itu sudah tepat.

Dinilai Gegabah

Sementara itu, Pimpinan Pansus Ari Purbono menyayangkan Pemkot gegabah menggandeng pihak ketiga dalam mengelola parkir. Sebab, legal hukum kerja sama itu sangat lemah. Kontrak kerja sama parkir dengan PT CSI ternyata belum ditandatangi Kepala Dishubkominfo. Namun riilnya, PT CSI sudah mengelola pungutan parkir sejak November 2011.
”Kami merekomendasikan agar pengelolaan parkir dikembalikan aturan. Selama Perda Retribusi Jasa Usaha belum disahkan, parkir harus dikelola Pemkot,” imbuhnya.

Lebih jauh, agar netral, kerja sama dengan PT CSI hanya sampai 31 Januari. Selebihnya, pada masa transisi ini Dishubkominfo yang mengatur perparkiran di tepi jalan umum tersebut.
Kepala Dishubkominfo Kota Edna­wan Haryono mengatakan, pengelolaan parkir akan dikelola pihak ketiga dengan sistem lelang. Ada tiga zonasi yang akan dilelangkan, yakni sebelah timur (52 titik), tengah (86) dan barat

Rabu, 01 Februari 2012

Surat Permohonan dikirim ke Dewan

Surat permohonan pelepasan aset bengkok di Kelurahan Pakintelan, Gunungpati yang akan ditempati warga Kelurahan Deliksari akan dikirimkan ke Dewan, hari ini (31/1). Asisten Pemerintahan Setdakot Semarang Adi Trihananto mengatakan, terlambatnya permohonan itu karena beberapa lampiran mengalami revisi.
"Paling lambat besok pagi, surat permohonan pelepasan aset bengkok Kelurahan Pakintelan yang ditandatangani wali kota ini akan kami kirimkan ke Dewan," ujar Adi saat jumpa pers, Senin (30/1).

Relokasi 32 keluarga Deliksari ini sudah disepakati, setelah dua kali rapat kerja bersama Komisi A DPRD Kota. Ditambah satu keluarga yang memang sudah menghuni tanah bengkok di Pakintelan sejak 1990, mereka akan menempati lahan seluas 4.320 m2.

Menurutnya, dari hasil pengukuran lahan di Pakintelan ada kelebihan luas tanah sekitar 417 m2. Semula Pemkot menaksir luas bengkok di Pakintelan 4.737 m2, namun setelah dibagi menjadi kapling dan jalan menjadi 4.320 m2.

Sejauh ini, BPN dan DPKAD masih melakukan pengukuran guna penetapan batas di ke empat sisi. Sembari menunggu penyelesaian administrasi pelepasan aset bengkok ini, Pemkot tidak berani gegabah melangkah. Termasuk apakah pihak kelurahan boleh melangkah duluan untuk merelokasi warga Deliksari.

"Harus ada kesepakatan dulu antara eksekutif dan legislatif apakah proses relokasi ini mulai dilaksanakan. Tapi kesepakatan ini disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku," jelasnya. Lebih jauh, bentuk pelepasan aset nanti, adalah hibah. Warga akan diberi tanah secara sukarela, masing-masing kepala keluarga bakal mendapatkan lahan seluas 100 m2. Adapun proses pengurusan sertifikat tanah berstatus hak milik nantinya diupayakan warga secara swadaya. Pasalnya, Pemkot tidak menganggarkan kepentingan itu dalam APBD.


Sementara itu, anggota Badan Musyawarah DPRD Kota Semarang Ari Purbono mengatakan, pelepasan aset bengkok itu mesti melalui pembahasan di pansus. Tak terkecualii dengan aset bengkok pakintelan yang akan dijadikan relokasi warga Deliksari.

Kami akan mendorong akan dibentuk pansus pengelolaan aset. Didalamnya termasuk membahas pondok boro yang telah dimukimi warga lebih dari 25 tahun, katanya. Menurutnya, pembahasan pelepasan aset bengkok Pakintelan ini menjadi momentum bagi warga untuk mengusulkan persoalan serupa. Pansus nantinya mendorong pemkot untuk meninventaris aset apa saja yang bisa dilepas  atas pertimbangan kepentingan publik.

Disinggung kemungkinan Pemkot boleh memulai proses relokasi, lanjut Ari, tergantung kesepakatan antara dewan dan walikota. Meski begitu tahapan pelepasan aset itu harus sesuai  aturan yakni melalui  pembahasan lebih lanjut ditingkat pansus,katanya.

Sumber : Suara Merdeka 1 Pebruari 2012