Kamis, 29 Maret 2012

Komisi B Ingatkan Pengelolaan Parkir

SEMARANG– Komisi B DPRD Kota Semarang kemarin mengundang rapat Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) setempat untuk meminta penjelasan rencana pengelolaan parkir tepi jalan umum oleh swasta.

April nanti pengelolaan parkir tepi jalan umum akan diserahkan kepada tiga pemenang lelang pengelolaan parkir. Rapat ini dipimpin Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono. Komisi B menyoroti sejumlah hal di nota perjanjian pengelolaan parkir tepi jalan umum yang segera ditandatangani. ”Perlu diketahui, yang namanya perjanjian kerja sama harus adil, saling menguntungkan, transparan,dan akuntabel,” kata Ari.

Misalnya, pasal yang menyebut soal zonasi. Dalam draf perjanjian disebutkan adanya titik di luar penggal jalan.Pasal tersebut memberi celah bagi pengelola parkir untuk memperluas wilayah kerjanya secara sepihak. ”Karena itu saya usul, jika ada titik parkir baru harus diatur dalam peraturan wali kota,”ucapnya.Jika itu dibiarkan akan masuk kategori pungutan liar dan berdampak pada kerugian pemerintah.

Rabu, 28 Maret 2012

Pilot Project Harus Selesai Tepat Waktu

SEMARANG– Komisi B DPRD Kota Semarang menilai revitalisasi Pasar Bulu menjadi pilot project program pasar tradisional di Kota Semarang.

Karenanya, kekurangan dana Rp8,5 miliar dinilai bukan menjadi kendala proses pembangunan pasar mengingat dana itu bisa diusahakan mandiri melalui APBD Kota. “Pasar Sampangan menjadi pilot project penataan pasar tradisional yang skalanya kecil. Tapi untuk Pasar Bulu harus bisa menjadi percontohan bagi pasar tradisional besar. Karenanya, skedul kegiatan harus tepat waktu. Karena menjadi percontohan, segala dampak negatif yang bisa timbul dalam proses pengerjaan proyek harus bisa diminimalisasi sehingga tidak merugikan pedagang dan masyarakat. Sosialisasi tahapan kerja menjadi kunci penting bagi Dinas Pasar menekan munculnya pertentangan atau konflik tersebut. Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengungkapkan, sesuai detail engineering design (DED) revitalisasi Pasar Bulu membutuhkan dana Rp49,8 miliar.

Pemkot Semarang melalui APBD 2012 telah mengalokasikan Rp31,7 miliar dan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan membantu Rp9,5 miliar.SementarabantuanPemprov Jatengsenilai Rp8,5 miliar hingga saat ini belum ada kejelasan. “Kalau memang tak bisa membantu, semestinya Pemprov tidak usah berjanji.Wajar saja kalau Kota Semarang menagih karena sebelumnya Pak Bibit (Gubernur Jateng) sudah menyanggupi membantu,”kata Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono. Ari menyatakan,Pemkot juga harus punya komitmen tinggi untuk fokus di penuntasan revitalisasi Pasar Bulu.

Sumber : Seputar Indonesia, 28 Maret 2012

Selasa, 27 Maret 2012

Jangan Tergantung Dana Provinsi

BALAI KOTA- Meski proyek revitalisasi Pasar Bulu masih kekurangan dana sebesar Rp 8,5 miliar, Pemkot diminta lanjutkan sesuai tahapan. Revitalisasi pasar menelan dana sekitar Rp 49,8 miliar itu, jangan terpaku pada anggaran provinsi yang baru bisa dianggarkan di APBD Perubahan.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono, kemarin. Ari mengapresiasi positif langkah Pemprov yang akan mengalokasikan dana perbantuan sebesar Rp 8,5 miliar. Hanya saja, Pemkot mesti mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan jika proyek tersebut terbengkalai karena menunggu anggaran cair. ’’Sambil menunggu (anggaran provinsi), harus tetap jalan sesuai kemampuan kita. Kalau pusat dan kota sudah berkomitmen menganggarkan, demikian pula dengan provinsi,’’ katanya.

Kamis, 22 Maret 2012

Shelter Simpanglima Dinilai Bermasalah

Pengelolaan shelter pedagang kaki lima (PKL) kawasan Simpanglima, Kota Semarang yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dipersoalkan anggota DPRD.

Isi perjanjian kerja sama dalam pengelolaan itu dinilai belum jelas. Selain itu, kerja samanya saat ini langsung dilakukan dengan Dinas Pasar,bukan dengan Wali Kota Semarang. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menjelaskan,kerja sama itu seharusnya dilakukan langsung kepada pemerintah dalam hal ini dengan wali kota buka dengan Dinas Pasar. Sebab, di kawasan tersebut tidak hanya pengelolaan urusan lahan untuk berjualan, tapi juga menyangkut mengenai penerangan jalan, reklame, dan sebagainya.

”Kerja sama itu hingga kini juga belum dicatat oleh bagian hukum,” ujarnya kemarin.Ari menambahkan,walaupun shelter itu sudah diujicobakan selama tiga bulan lalu,tidak menutup kemungkinan perjanjian itu bisa direvisi.”Namanya kerja sama, harus bisa memberikan pemasukan dana kepada pemkot yang besar, bukan hanya fasilitasi,”tandas politikus PKS ini. Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Hanik Khouru Solikah menambahkan,belum dicatatnya kerja sama itu oleh bagian hukum menunjukkan tidak adanya koordinasi yang baik antara Dinas Pasar dengan Setda Kota Semarang.

Kerja sama pengelolaan shelteritu harus langsung kepada pemerintah yang dilakukan oleh pucuk pimpinan. ”Bagaimanapun juga, kawasan tersebut aset Pemkot Semarang, jadi jangan diabaikan,”ucapnya. Meskipun peruntukan shelter Simpanglima untuk PKL, yang terjadi di lapangan bukan PKL seperti bisanya.Tetapi hanya pemilik modal besar yang berani berinvestasi dengan membuka usaha karena lokasi tersebut sudah menjadi ladang bisnis.”Jadi kerja samanya harus jelas, keuntungannya juga harus tampak,” tandas politikus PDIP ini.

Pada awalnya konsep pengelolaan shelter Simpanglima itu memakai model sewa kepada pedagang. Namun karena ada keberatan dari berbagai pihak, akhirnya dikerjasamakan kepada pihak ketiga. ”Karena konsepnya di model seperti pujasera, pihak ketiga itu wajib menyediakan meja kursi,gerobak, tenda,kebersihan,dan listrik. Sedangkan pegawai yang mengantarkan makanan,” papar Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid. Adapun kompensasinya, pihak ketiga bisa memasang iklan di atas shelter dan menjual minuman.

”Jadi, pedagang tidak perlu repot. Karena yang mengatur kebersihan, keamanan, maupun air diurusi pihak ketiga,”kata Madjid. Adapun retribusi yang dibayarkan oleh pedagang tetap masuk kepada Pemkot Semarang. Kabid Reklame Dinas Penerangan Jalan dan Pengelolaan Reklame (PJPR) Kota Semarang Sardjito mengungkapkan, sudah ada beberapa reklame yang dipasang di sekitar kawasan shelter PKL Simpanglima, padahal belum melakukan perizinan ke PJPR. ”Seharusnya mereka izin dulu, kemudian melakukan pemasangan.Reklame itu sudah kami tutup tapi dibuka lagi,”paparnya.

Potensi pajak reklame di kawasan shelter Simpanglima itu bisa mencapai Rp1,9 miliar per tahun dengan kalkulasi 26 unit reklame ukuran 2 x 6 meter dan 87 tenda yang ditempeli reklame.

Sumber : Seputar Indonesia, 22 Maret 2012

Rabu, 21 Maret 2012

PDAM Diadukan ke Dewan

BALAI KOTA - Sekian tahun tidak kunjung mendapat ganti atas tanah yang digunakan untuk bangunan reservoir, PDAM diadukan ke DPRD. Aduan itu terhadap tanah seluas 460 m2 di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang. Djoko Santoso, warga Rogojembangan Kelurahan Tandang mengatakan, persoalan itu bermula dari rencana pembangunan reservoir PDAM Kota di Jalan Kedungmundu Raya. Lahan yang dibutuhkan seluas 7.000 m2, dan 460 m2 di antaranya milik dia. Djoko menyayangkan, tanah miliknya tidak masuk dalam daftar wilayah terdampak.

’’Saat proses pengukuran dan penetapan ganti rugi, nama saya tidak dimasukkan dalam daftar. Padahal tanah saya termasuk yang akan dibeli PDAM,’’ ujarnya, saat audiensi dengan Komisi B DPRD Kota, kemarin.

Dia menduga ada pelanggaran prosedur pembebasan lahan yang dilakukan oleh oknum dari pemangku wilayah setempat. Sebab pengadaan tanah yang semestinya dilakukan panitia sembilan dan dipimpin Sekda ini justru pada saat itu dilakukan oleh Lurah Sendangguwo. Lebih lanjut dikatakan, nama yang dimasukkan dalam daftar pembebasan lahan itu justru orang lain.

Ditolak
Protes yang pernah diajukan berujung dengan PDAM dan Pemkot sepakat membayar ganti rugi Rp 5.000/m2 pada Djoko. Keputusan itu ditolak mentah-mentah, dan Djoko menuntut ganti rugi sebesar Rp 25.000/m2 sesuai dengan harga tanah saat itu. Pasalnya, tanah yang dibeli pada 1996 itu harganya sudah Rp 20.000/m2.

’’Kalau diganti Rp 5.000/m2 tentu saya rugi. Lantas PDAM dan Pemkot sepakat membayar saya Rp 41 juta, tapi hingga kini uang itu belum diberikan,’’ imbuhnya seraya menyebutkan berulang kali menagih juga belum membuahkan hasil.

Pada 2003, Pemkot menggelar rapat dipimpin Sekda Kota Saman Kadarisman yang intinya memerintahkan PDAM membayar ganti rugi ke Djoko. Namun sayangnya, hingga kini keputusan itu belum juga dieksekusi oleh PDAM. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono mengatakan, pekan depan pihaknya akan mengundang PDAM dan eksekutif guna mengklarifikasi laporan tersebut. Dia menilai, laporan itu merupakan cerminan dari beberapa persoalan seputar pengelolaan aset Pemkot. Tidak hanya aset yang kini dimanfaatkan Perusda, tapi juga bangunan Pemkot yang berdiri di atas tanah warga. Sebaliknya, hingga kini belum juga diselesaikan ganti ruginya, sementara bangunan tersebut sudah jadi dan berfungsi untuk melayani masyarakat.

Rabu, 14 Maret 2012

Retribusi PKL Rawan Pungli

SEMARANG– Penarikan retribusi pedagang kaki lima (PKL) menjadi salah satu kegiatan pelayanan publik pemerintah yang rentan terjadi praktik pungutan liar (pungli).

Kurangnya pengawasan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan pelimpahan kewenangan pengelolaan retribusi ke SKPD lain memberi celah suburnya praktik pungli. “Itu sudah menjadi rahasia umum, kalau retribusi PKL yang ditarik besarannya melebihi ketentuan. Ini karena kontrol internal SKPD sangat minim. Sehingga mereka yang di lapangan bisa memakai dalih apa pun untuk menarik retribusi yang lebih besar dari seharusnya,” kata anggota Komisi B DPRD Semarang M Kholison kemarin.

Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono mengatakan praktik pungli di penarikan retribusi tersebut sebenarnya telah diminimalisasi dengan UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di UU itu disebutkan adanya pemberian intensif bagi petugas pemungut retribusi. Di tingkat provinsi besarnya mencapai 3% dari total retribusi yang dikumpulkan dan 5% untuk petugas pemungut retribusi tingkat kota.

Saat ini raperda sebagai pelaksanaan atas undang-undang tersebut tengah disusun. “Tapi sekali lagi,tanpa adanya kontrol yang kuat dari internal SKPD, tetap saja berpeluang terjadi pungli,”ucapnya. Di Kota Semarang, kewenangan penarikan retribusi PKL diserahkan Dinas Pasar ke kelurahan dengan alasan keterbatasan personel. Pelimpahan ini justru akan menimbulkan persoalan yang lebih kompleks.

Banyak pendirian PKL dilakukan di kawasan terlarang seperti di bahu jalan,pedestrian, hingga bantaran sungai namun tetap saja ditarik retribusi. Seperti yang terjadi di kawasan PKL Tlogosari. Tenda PKL didirikan di pinggir sungai tapi retribusi tetap dikenakan.“ Di satu sisi Pemkot belum serius melakukan penataan, di sisi lain pemangku wilayah setempat justru melakukan pembiaran, bahkan menarik retribusi,”katanya.

Penasihat Komunitas Pedagang Semarang Setara (Kompass) Slamet Riyanto menyatakan ada ketidaksinkronan di antara SKPD terkait yang mengelola PKL dan retribusi. Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, semestinya pemerintah tidak bicara retribusi selama penataan yang dilakukan belum dilakukan. Parahnya,aparat kelurahan mengabaikan norma tersebut dengan tetap menarik retribusi meski itu di kawasan terlarang PKL.

“Kalau sudah ditarik retribusi berarti PKL itu legal. Aturan yang ada harus dibaca secara utuh dan dikaitkan dengan aturan lainnya. Jangan hanya berdalih di tempat terlarang kemudian main gusur. Padahal, para PKL sudah ditarik retribusi,”ucapnya. Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP- 2K) Semarang Bambang Setyoko mengungkapkan kegiatan relokasi yang dikemas dalam bentuk penataan PKL akan menghadapi kendala jika PKL telah tumbuh dalam jumlah besar.

Terlebih,selama itu mereka telah dipungut retribusi. Solusinya adalah pemerintah harus menyediakan lahan pengganti untuk PKL. “Demi kepentingan yang lebih besar, seperti pencegahan banjir, relokasi memang harus dilakukan. Cara yang ditempuh juga jangan sampai merugikan pedagang,”tandasnya.

Sumber : Seputar Indonesia, 14 Maret 2012

Senin, 12 Maret 2012

Pemkot Biarkan Pedagang Unggas

PENGGARON-Pemkot Semarang tak bisa menghadapi protes bertubi-tubi pedagang dan jasa unggas. Buktinya, Pemkot kini justru menoleransi pedagang dan jasa pemotongan unggas yang menempati Pasar Induk Raharja (Pasindra). Tak hanya itti. Pemkot juga menoleransi para pedagang unggas yang masih berada di luar RPU.

Alasan Dinas Pasar, pihaknya menyadari keterbatasan tempat di RPU Penggaron. "Hasil rapat bersama. komisi B beberapa waktu lalu, kita menyadari penyiapan tempat di RPU Penggaron masih kurang. Tidak bisa menampung pernotongan unggas yangmasih di luar," kata kepala Dinas Pasar, Abdul Madjid, (11 /3) kemarin.

Artinya, pedagang dan jasa potong unggas di Pasindra (diperbolehkan menetap di sana (Pasinidra)? "Kalau itu saya tidak ngomong (toleransi). Yang jelas kalau ditampung di RPU Penggaron tidak akan rnuat 'ka­tanya beralasan. Meski begitu, Dinas Pasar akan mengkaji kembali penambahan bangunan di RPU Penggaron, untuk menampung jasa pemotongan unggas yang masih menyebar di Kota Atlas.

"Penambahan bangunan masih akan kami bicarakan dengan pihak terkait. " Dari 8 kios pemotongan unggas dan 11 Iapak penyimpanan ayam, baru 3 yang sudah ditem­pati. "Tinggal 5 kios dan 11 kan­dang ayam. Kalau memang tidak ditempati pedagang yang saat ini di Pasindra, kita akan serahkan kepada pedagang lain." Berdasar pendataan Dinas Pertanian, ada 182 jasa pemotongan unggas di RPU Penggaron. Dinas Pasar akan menyeleksi pedagang untuk ditempatkan di kios RPU yang masih kosong.

"Jumlah 182 itu masih secara umum Kami belum tahu mana pedagang besar dan mana yang kecil. Kami masih meminta Dinas Pertanian untuk mempertajam jumlah pedagang yang besar. Penempatan kios kami prioritaskan pedagang besar."

Wakil Ketua Komisi B, Ari Purbono mengingatkan Pemkot agar janji optimalisasi Penggaron ditepati "Kami tak ingin bangunan Penggaron mangkrak gara-gara tak ditempati pedagang.

Sumber : Jawa Pos 12 Maret 2012

Kamis, 08 Maret 2012

Pengawas Bank Pasar Dievaluasi

SEMARANG-Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Daerah (PD) BPR Bank Pasar yang merangkap jabatan sebagai direktur salah satu BUMD milik provinsi disorot Dewan. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono mengingatkan Pemkot agar segera mencari solusi atas rangkap jabatan tersebut.

’’Mei mendatang, jabatan ketua dewan pengawas ini sudah harus berakhir. Kami berharap segera ada ketua dewan pengawas definitif agar masa transisi tidak berkepanjangan,’’ ujarnya, Selasa (6/3), saat sidak ke kantor PD BPR Bank Pasar.

Rabu, 07 Maret 2012

FPKS Akan Ajukan Hak Angket

Pengelolaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron mengecewakan. Kedua tempat tersebut dinilai belum maksimal dalam melayani masyarakat.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono saat bersama beberapa anggota komisi itu meninjau kedua tempat tersebut, Selasa (6/3). Ari bahkan menilai, kondisi itu merupakan bentuk pembiaran yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah. Mengingat keduanya juga menggunakan dana APBD, maka dia menganggapnya sebagai penyimpangan. Atas nama Fraksi PKS, Ari kemudian mengungkapkan jika pihaknya akan mengajukan hak angket.

Selasa, 06 Maret 2012

Pedagang Unggas Pasindra Tempati RPU Penggaron

Sikap Pemkot melunak setelah dua orang pedagang dan pemilik usaha pemotongan unggas di Pasindra bersedia pindah di RPU Penggaron. Kesepakatan secara tertulis dibuat keduanya, setelah Dinas Pasar mengultimatum akan menutup lapak mereka pada Senin (5/3).

Kepala Dinas Pasar Kota Abdul Madjid mengatakan, dua dari tiga pedagang yang masih mengosongkan lapak dan kandang mereka di RPU Penggaron sudah bersedia pindah. Mereka menandatangani pernyataan untuk segera menempati lapak dan kandang tersebut.

"Tinggal satu orang pedagang yang belum mau pindah. Kami masih beri waktu dua hari mendatang, jika tidak benar-benar ditempati maka akan disegel," katanya, hari ini.

Dinas Pasar tidak mempersoalkan apakah tempat tersebut akan dioperasikan oleh anak buah mereka. Pasalnya, tiga orang yang belum kunjung pindah ke RPU Penggaron ini adalah pedagang besar.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono mengingatkan agar janji mengoptimalkan RPU Penggaron ditepati. “Kami akan kawal terus persoalan ini. Yang pasti kami tak ingin bangunan RPU Penggaron mangkrak gara-gara tak ditempati pedagang,” tandasnya.

Sumber : Suara Merdeka, 6 Maret 2012

Senin, 05 Maret 2012

Deadline RPU Penggaron Berakhir

SEMARANG - Batas waktu pemilik usaha unggas untuk menempati kios dan lapak di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron, Semarang berakhir, kemarin.

Dinas Pasar Kota Semarang hari Senin (5/3) ini akan melakukan pengecekan kios dan lapak yang masih kosong lantaran belum ditempati pedagang. Lapak dan kios kosong akan segera diberikan ke pedagang lain. “Sesuaikesepakatandengan Satpol PP, Minggu (4/3) ini adalah toleransi terakhir pedagang untuk mengisi kios atau lapaknya di Penggaron. Jika tetap tak mau menempati,terpaksa kami berikan ke pedagang lain. Masih banyak pedagang unggasyangmembutuhkantempat usaha,”beber Kepala Dinas Pasar Abdul Madjid,kemarin.

Hingga kemarin Madjid mengaku belum mendapat laporan dari bawahannya mengenai rincian kios/lapak yang belum ditempati.Namun dia memastikan akan menghapus nama pemilik lama dan melimpahkan ke pihak lain jika peringatan segera mengisi Penggaron tetap diabaikan. “Besok (hari ini) kami cek lapangan. Kios atau lapak di RPU Penggaron itu bukan sebagai bentuk ganti rugi atas proses pemindahan dari Pasar Kobong (Rejomulyo) ke Penggaron. Kios dan lapak itu diberikan agar digunakan untuk berjualan, bukan untuk dikosongkan atau ditelantarkan,” tegas dia.

Sementara itu,sejumlah pedagang Pasar Induk Raharja (Pasindra) atau Pasar Kubro akan mempertahankan tempat usahanya di RPU Penggaron meski sudah disegel oleh Satpol PP. Di sisi lain, mereka juga ngotot tetap berjualan di Pasar Kubro. “Tempat kami di Penggaron tidak boleh diambil alih.Kami akan pertahankan, karena lahan tersebut bukan pemberian Pemkot tapi ganti rugi atau penukaran tempat kami yang ada di Pasar Kobong. Kami punya surat-suratnya,” tutur Iskandar, pedagang unggas Pasindra, kemarin.

Bagi pedagang yang juga Wakil Sekretaris di Paguyuban Pedagang Unggas Pasindra ini pemusatan usaha unggas di RPU Penggaron bukan langkah tepat.Wilayah Kota Semarang yang sangat luas membutuhkan beberapa titik usaha dan jasa pemotongan unggas. Terlebih fasilitas di RPU Penggaron tidak memadai dan tidak memungkinkan menampung seluruh rumah pemotongan unggas yang masih tersebar.

“Dalam membangun RPU seharusnya pemerintah memperhitungkan fasilitasnya.Kenapa baru sekarang akan dilengkapi. Kami tetap meminta di Semarang ada beberapa titik rumah pemotongan unggas. Rumah sakit saja ada yang milik pemerintah dan ada yang milik swasta. Kenapa pasar unggas tidak bisa seperti itu,” kata dia. Terpisah Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono tetap menyatakan rekomendasi pemindahan pedagang unggas ke RPU Penggaron adalah keputusan final. “Besok (hari ini) kami akan menggelar rapat evaluasi atas langkah-langkah yang sudah dilakukan Pemkot. Termasuk menyiapkan kemungkinan penggunaan hak angkat kami,”tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Plh Sekda Hadi Poerwono pada Senin (13/2) mengancam akan mencabut izin dasaran pedagang yang tak mau menempati RPU Penggaron. Izin akan diberikan ke pedagang lain. Ancaman itu langsung ditindaklanjuti dengan penyegelan sementara 8 kios pemotongan unggas dan 11 lapak kandang unggas.Tempat usaha unggas tersebut diketahui milik 11 pedagang Pasindra. Para pedagang kemudian di-deadline untuk menempati Penggaron hingga awal bulan Maret ini.

Sumber : Seputar Indonesia, 5 Maret 2012