Kamis, 22 Maret 2012

Shelter Simpanglima Dinilai Bermasalah

Pengelolaan shelter pedagang kaki lima (PKL) kawasan Simpanglima, Kota Semarang yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dipersoalkan anggota DPRD.

Isi perjanjian kerja sama dalam pengelolaan itu dinilai belum jelas. Selain itu, kerja samanya saat ini langsung dilakukan dengan Dinas Pasar,bukan dengan Wali Kota Semarang. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menjelaskan,kerja sama itu seharusnya dilakukan langsung kepada pemerintah dalam hal ini dengan wali kota buka dengan Dinas Pasar. Sebab, di kawasan tersebut tidak hanya pengelolaan urusan lahan untuk berjualan, tapi juga menyangkut mengenai penerangan jalan, reklame, dan sebagainya.

”Kerja sama itu hingga kini juga belum dicatat oleh bagian hukum,” ujarnya kemarin.Ari menambahkan,walaupun shelter itu sudah diujicobakan selama tiga bulan lalu,tidak menutup kemungkinan perjanjian itu bisa direvisi.”Namanya kerja sama, harus bisa memberikan pemasukan dana kepada pemkot yang besar, bukan hanya fasilitasi,”tandas politikus PKS ini. Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Hanik Khouru Solikah menambahkan,belum dicatatnya kerja sama itu oleh bagian hukum menunjukkan tidak adanya koordinasi yang baik antara Dinas Pasar dengan Setda Kota Semarang.

Kerja sama pengelolaan shelteritu harus langsung kepada pemerintah yang dilakukan oleh pucuk pimpinan. ”Bagaimanapun juga, kawasan tersebut aset Pemkot Semarang, jadi jangan diabaikan,”ucapnya. Meskipun peruntukan shelter Simpanglima untuk PKL, yang terjadi di lapangan bukan PKL seperti bisanya.Tetapi hanya pemilik modal besar yang berani berinvestasi dengan membuka usaha karena lokasi tersebut sudah menjadi ladang bisnis.”Jadi kerja samanya harus jelas, keuntungannya juga harus tampak,” tandas politikus PDIP ini.

Pada awalnya konsep pengelolaan shelter Simpanglima itu memakai model sewa kepada pedagang. Namun karena ada keberatan dari berbagai pihak, akhirnya dikerjasamakan kepada pihak ketiga. ”Karena konsepnya di model seperti pujasera, pihak ketiga itu wajib menyediakan meja kursi,gerobak, tenda,kebersihan,dan listrik. Sedangkan pegawai yang mengantarkan makanan,” papar Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid. Adapun kompensasinya, pihak ketiga bisa memasang iklan di atas shelter dan menjual minuman.

”Jadi, pedagang tidak perlu repot. Karena yang mengatur kebersihan, keamanan, maupun air diurusi pihak ketiga,”kata Madjid. Adapun retribusi yang dibayarkan oleh pedagang tetap masuk kepada Pemkot Semarang. Kabid Reklame Dinas Penerangan Jalan dan Pengelolaan Reklame (PJPR) Kota Semarang Sardjito mengungkapkan, sudah ada beberapa reklame yang dipasang di sekitar kawasan shelter PKL Simpanglima, padahal belum melakukan perizinan ke PJPR. ”Seharusnya mereka izin dulu, kemudian melakukan pemasangan.Reklame itu sudah kami tutup tapi dibuka lagi,”paparnya.

Potensi pajak reklame di kawasan shelter Simpanglima itu bisa mencapai Rp1,9 miliar per tahun dengan kalkulasi 26 unit reklame ukuran 2 x 6 meter dan 87 tenda yang ditempeli reklame.

Sumber : Seputar Indonesia, 22 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar