Kamis, 08 November 2012

RSUD Siap Tambah 120 Ruang Rawat Inap

SEMARANG– Untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat,RSUD Kota Semarang berencana membangun 120 ruang rawat inap kelas tiga pada 2013. Anggaran untuk pembangunan tersebut sebesar Rp20 miliar.

Menurut Direktur RSUD Kota Semarang Suci Herawati, saat ini sudah ada sekitar 88 ruang kelas tiga yang tersedia di rumah sakit.Namun,jumlah itu masih kurang karena diperkirakan musim penghujan ini banyak penyakit yang ditimbulkan. “Hal itu berdampak terhadap penggunaan ruang inap kelas tiga di rumah sakit yang menjadi semakin penuh,” katanya kemarin. Rencananya, 120 ruang kelas tiga itu akan dibuat lima tingkat. Saat ini ada 232 ruang rawat inap di RSUD dengan klasifikasi 88 ruang inap kelas tiga.Sementara ruang inap kelas dua 55 ruang, kelas satu 46 ruang, ruang VIP (4), ICU (8), serta HCU perawatan bayi (6).

Rabu, 09 Mei 2012

Dewan Minta Simpanglima Dijual

Lap Simpanglima menjadi Bubur Lumpur
SEMARANG– Ketidakjelasan pengelolaan Lapangan Pancasila, Simpanglima, termasuk ketidaktransparanan biaya sewa yang didapat, membuat kalangan anggota Komisi C DPRD Kota Semarang jengah.

Mereka meminta penggunaan lapangan tersebut lebih baik dikomersilkan sekaligus agar bisa mendongkrak pendapatan asli daeraj (PAD).Terkait beberapa kali pemanfaatan lapangan Pancasila dalam kurun waktu sebulan ini,Komisi C kemarin memanggil panitia pelaksana HUT ke-465 Kota Semarang. Selain panitia, sejumlah SKPD terkait seperti Satpol PP, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Bina Marga juga ikut hadir.

Anggota Komisi C Ari Purbono mengatakan biasanya pengelolaan lapangan Pancasila disebabkan adanya dua aturan yang bertentangan. Perwal No 92/2008 menyatakan lapangan Simpanglima tidak diperkenankan untuk kegiatan berbau komersil.Namun hanya boleh kegiatan yang terkait kenegaraan atau pemerintahan dan keagamaan. Sementara di Perda No 6/2008 tentang Retribusi Penggunaan Aset Kekayaan Daerah diatur penggunaan lapangan Pancasila.

Rabu, 11 April 2012

Angkot Bakal Bebas Asap Rokok

Area publik, rumah ibadah, pusat pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat bermain anak, sekolah atau tempat belajar lainnya, serta di dalam angkutan umum (angkot) bakal bebas asap rokok.

DPRD Kota Semarang meminta perlunya pengawasan yang lebih intens di kawasan tanpa rokok (KTR) tersebut. Terkait dengan hal tersebut, kemarin di forum rapat paripurna DPRD disepakati perlu adanya peraturan daerah (Perda) tentang KTR. Sebagai tindaklanjutnya, maka dibentuk Panitia Khusus (Pansus) yang membahas tentang rancangan Perda (Raperda) KTR.

Pengawasan menjadi perhatian lantaran untuk kegiatan tersebut, selain konsistensi, dibutuhkan juga dukungan personel. Satpol PP selaku penegak Perda selama ini kerap mengalami kendala dalam melaksanakan tugasnya.Semakin banyaknya Perda dan wilayah yang harus diawasi membuat Satpol keteteran. Salah satunya dalam hal pengawasan larangan merokok di dalam angkot.

“Kru angkotnya, sopir maupun kernet itu rata-rata perokok berat. Mereka mobile dari satu tempat ke tempat lain. Itu pengawasannya bagaimana? Belum lagi penumpang yang juga perokok. Ini harus diperhatikan,” imbuhnya. Anggota Pansus Raperda KTR Ari Purbono menilai bahaya akibat merokok tidak hanya kesehatan namun juga berpengaruh gaya hidup. lingkungan. Mengacu hasil penelitian Universitas Indonesia, banyak warga miskin yang mengonsumsi rokok. Bahkan kebutuhan rokok ini berada di peringkat kedua setelah makan. “Pengeluaran terbesar pertama untuk beli beras, sementara yang kedua untuk membeli rokok, tentu ini sangat memprihatinkan,” katanya.

Menurut Ari, dengan jumlah warga miskin di Semarang yang mencapai 26% tentu sangat tepat jika Kota Semarang mempelopori adanya pembatasan bagi konsumsi rokok. Setidaknya Perda KTR bisa memberi pengaruh terhadap upaya penurunan angka kemiskinan. Sekretaris FPAN DPRD Kota Semarang Wachid Nurmiyanto mengingatkan agar Raperda KTR ini juga melihat tingginya kontribusi dana bagi hasil cukai dan tembakau atau DBHCT yang mencapai Rp15 miliar per tahun yang diterima pemkot.

Jika dibandingkan dengan PAD dari sektor galian C, yang hanya Rp100 juta per tahun, tentu penerimaan DBHCHT jauh melampaui. Fakta lain, lanjut Wachid, Jateng adalah provinsi penerima DBHCT terbesar. “Sehingga hal-hal seperti itu harus diperhitungkan secara cermat,”tandasnya.

Sumber : Seputar Indonesia , 11 April 2012

Selasa, 10 April 2012

Pindahan Komisi

Mohon doa dan dukungan, kami dipercaya  mengemban amanah baru di KOMISI C: Bidang Pembangunan, meliputi: 1. Pekerjaan umum ,2. Tata kota ,3. Pertamanan ,4. Kebersihan dan lingkungan hidup ,5. Perhubungan 6. Perikanan dan kelautan ,7. Pertanian ,8. Pertambangan dan energi.

Yang sebelumnya di KOMISI B: Bidang Perekonomian, meliputi :
1. Keuangan daerah , 2. Perpajakan ,3. Retribusi , 4. Perbankan , 5. Perusahaan daerah , 6. Perusahaan patungan , 7. Dunia usaha dan penanaman modal , 8. Koperasi , 9. Pariwisata , 10. Perdagangan , 11.Perindustrian , 12. Pengadaan pangan/ logistik

Semoga lebih amanah dan bermanfaat bagi ummat.

Kamis, 29 Maret 2012

Komisi B Ingatkan Pengelolaan Parkir

SEMARANG– Komisi B DPRD Kota Semarang kemarin mengundang rapat Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) setempat untuk meminta penjelasan rencana pengelolaan parkir tepi jalan umum oleh swasta.

April nanti pengelolaan parkir tepi jalan umum akan diserahkan kepada tiga pemenang lelang pengelolaan parkir. Rapat ini dipimpin Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono. Komisi B menyoroti sejumlah hal di nota perjanjian pengelolaan parkir tepi jalan umum yang segera ditandatangani. ”Perlu diketahui, yang namanya perjanjian kerja sama harus adil, saling menguntungkan, transparan,dan akuntabel,” kata Ari.

Misalnya, pasal yang menyebut soal zonasi. Dalam draf perjanjian disebutkan adanya titik di luar penggal jalan.Pasal tersebut memberi celah bagi pengelola parkir untuk memperluas wilayah kerjanya secara sepihak. ”Karena itu saya usul, jika ada titik parkir baru harus diatur dalam peraturan wali kota,”ucapnya.Jika itu dibiarkan akan masuk kategori pungutan liar dan berdampak pada kerugian pemerintah.

Rabu, 28 Maret 2012

Pilot Project Harus Selesai Tepat Waktu

SEMARANG– Komisi B DPRD Kota Semarang menilai revitalisasi Pasar Bulu menjadi pilot project program pasar tradisional di Kota Semarang.

Karenanya, kekurangan dana Rp8,5 miliar dinilai bukan menjadi kendala proses pembangunan pasar mengingat dana itu bisa diusahakan mandiri melalui APBD Kota. “Pasar Sampangan menjadi pilot project penataan pasar tradisional yang skalanya kecil. Tapi untuk Pasar Bulu harus bisa menjadi percontohan bagi pasar tradisional besar. Karenanya, skedul kegiatan harus tepat waktu. Karena menjadi percontohan, segala dampak negatif yang bisa timbul dalam proses pengerjaan proyek harus bisa diminimalisasi sehingga tidak merugikan pedagang dan masyarakat. Sosialisasi tahapan kerja menjadi kunci penting bagi Dinas Pasar menekan munculnya pertentangan atau konflik tersebut. Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengungkapkan, sesuai detail engineering design (DED) revitalisasi Pasar Bulu membutuhkan dana Rp49,8 miliar.

Pemkot Semarang melalui APBD 2012 telah mengalokasikan Rp31,7 miliar dan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan membantu Rp9,5 miliar.SementarabantuanPemprov Jatengsenilai Rp8,5 miliar hingga saat ini belum ada kejelasan. “Kalau memang tak bisa membantu, semestinya Pemprov tidak usah berjanji.Wajar saja kalau Kota Semarang menagih karena sebelumnya Pak Bibit (Gubernur Jateng) sudah menyanggupi membantu,”kata Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono. Ari menyatakan,Pemkot juga harus punya komitmen tinggi untuk fokus di penuntasan revitalisasi Pasar Bulu.

Sumber : Seputar Indonesia, 28 Maret 2012

Selasa, 27 Maret 2012

Jangan Tergantung Dana Provinsi

BALAI KOTA- Meski proyek revitalisasi Pasar Bulu masih kekurangan dana sebesar Rp 8,5 miliar, Pemkot diminta lanjutkan sesuai tahapan. Revitalisasi pasar menelan dana sekitar Rp 49,8 miliar itu, jangan terpaku pada anggaran provinsi yang baru bisa dianggarkan di APBD Perubahan.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono, kemarin. Ari mengapresiasi positif langkah Pemprov yang akan mengalokasikan dana perbantuan sebesar Rp 8,5 miliar. Hanya saja, Pemkot mesti mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan jika proyek tersebut terbengkalai karena menunggu anggaran cair. ’’Sambil menunggu (anggaran provinsi), harus tetap jalan sesuai kemampuan kita. Kalau pusat dan kota sudah berkomitmen menganggarkan, demikian pula dengan provinsi,’’ katanya.

Kamis, 22 Maret 2012

Shelter Simpanglima Dinilai Bermasalah

Pengelolaan shelter pedagang kaki lima (PKL) kawasan Simpanglima, Kota Semarang yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dipersoalkan anggota DPRD.

Isi perjanjian kerja sama dalam pengelolaan itu dinilai belum jelas. Selain itu, kerja samanya saat ini langsung dilakukan dengan Dinas Pasar,bukan dengan Wali Kota Semarang. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menjelaskan,kerja sama itu seharusnya dilakukan langsung kepada pemerintah dalam hal ini dengan wali kota buka dengan Dinas Pasar. Sebab, di kawasan tersebut tidak hanya pengelolaan urusan lahan untuk berjualan, tapi juga menyangkut mengenai penerangan jalan, reklame, dan sebagainya.

”Kerja sama itu hingga kini juga belum dicatat oleh bagian hukum,” ujarnya kemarin.Ari menambahkan,walaupun shelter itu sudah diujicobakan selama tiga bulan lalu,tidak menutup kemungkinan perjanjian itu bisa direvisi.”Namanya kerja sama, harus bisa memberikan pemasukan dana kepada pemkot yang besar, bukan hanya fasilitasi,”tandas politikus PKS ini. Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Hanik Khouru Solikah menambahkan,belum dicatatnya kerja sama itu oleh bagian hukum menunjukkan tidak adanya koordinasi yang baik antara Dinas Pasar dengan Setda Kota Semarang.

Kerja sama pengelolaan shelteritu harus langsung kepada pemerintah yang dilakukan oleh pucuk pimpinan. ”Bagaimanapun juga, kawasan tersebut aset Pemkot Semarang, jadi jangan diabaikan,”ucapnya. Meskipun peruntukan shelter Simpanglima untuk PKL, yang terjadi di lapangan bukan PKL seperti bisanya.Tetapi hanya pemilik modal besar yang berani berinvestasi dengan membuka usaha karena lokasi tersebut sudah menjadi ladang bisnis.”Jadi kerja samanya harus jelas, keuntungannya juga harus tampak,” tandas politikus PDIP ini.

Pada awalnya konsep pengelolaan shelter Simpanglima itu memakai model sewa kepada pedagang. Namun karena ada keberatan dari berbagai pihak, akhirnya dikerjasamakan kepada pihak ketiga. ”Karena konsepnya di model seperti pujasera, pihak ketiga itu wajib menyediakan meja kursi,gerobak, tenda,kebersihan,dan listrik. Sedangkan pegawai yang mengantarkan makanan,” papar Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid. Adapun kompensasinya, pihak ketiga bisa memasang iklan di atas shelter dan menjual minuman.

”Jadi, pedagang tidak perlu repot. Karena yang mengatur kebersihan, keamanan, maupun air diurusi pihak ketiga,”kata Madjid. Adapun retribusi yang dibayarkan oleh pedagang tetap masuk kepada Pemkot Semarang. Kabid Reklame Dinas Penerangan Jalan dan Pengelolaan Reklame (PJPR) Kota Semarang Sardjito mengungkapkan, sudah ada beberapa reklame yang dipasang di sekitar kawasan shelter PKL Simpanglima, padahal belum melakukan perizinan ke PJPR. ”Seharusnya mereka izin dulu, kemudian melakukan pemasangan.Reklame itu sudah kami tutup tapi dibuka lagi,”paparnya.

Potensi pajak reklame di kawasan shelter Simpanglima itu bisa mencapai Rp1,9 miliar per tahun dengan kalkulasi 26 unit reklame ukuran 2 x 6 meter dan 87 tenda yang ditempeli reklame.

Sumber : Seputar Indonesia, 22 Maret 2012

Rabu, 21 Maret 2012

PDAM Diadukan ke Dewan

BALAI KOTA - Sekian tahun tidak kunjung mendapat ganti atas tanah yang digunakan untuk bangunan reservoir, PDAM diadukan ke DPRD. Aduan itu terhadap tanah seluas 460 m2 di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang. Djoko Santoso, warga Rogojembangan Kelurahan Tandang mengatakan, persoalan itu bermula dari rencana pembangunan reservoir PDAM Kota di Jalan Kedungmundu Raya. Lahan yang dibutuhkan seluas 7.000 m2, dan 460 m2 di antaranya milik dia. Djoko menyayangkan, tanah miliknya tidak masuk dalam daftar wilayah terdampak.

’’Saat proses pengukuran dan penetapan ganti rugi, nama saya tidak dimasukkan dalam daftar. Padahal tanah saya termasuk yang akan dibeli PDAM,’’ ujarnya, saat audiensi dengan Komisi B DPRD Kota, kemarin.

Dia menduga ada pelanggaran prosedur pembebasan lahan yang dilakukan oleh oknum dari pemangku wilayah setempat. Sebab pengadaan tanah yang semestinya dilakukan panitia sembilan dan dipimpin Sekda ini justru pada saat itu dilakukan oleh Lurah Sendangguwo. Lebih lanjut dikatakan, nama yang dimasukkan dalam daftar pembebasan lahan itu justru orang lain.

Ditolak
Protes yang pernah diajukan berujung dengan PDAM dan Pemkot sepakat membayar ganti rugi Rp 5.000/m2 pada Djoko. Keputusan itu ditolak mentah-mentah, dan Djoko menuntut ganti rugi sebesar Rp 25.000/m2 sesuai dengan harga tanah saat itu. Pasalnya, tanah yang dibeli pada 1996 itu harganya sudah Rp 20.000/m2.

’’Kalau diganti Rp 5.000/m2 tentu saya rugi. Lantas PDAM dan Pemkot sepakat membayar saya Rp 41 juta, tapi hingga kini uang itu belum diberikan,’’ imbuhnya seraya menyebutkan berulang kali menagih juga belum membuahkan hasil.

Pada 2003, Pemkot menggelar rapat dipimpin Sekda Kota Saman Kadarisman yang intinya memerintahkan PDAM membayar ganti rugi ke Djoko. Namun sayangnya, hingga kini keputusan itu belum juga dieksekusi oleh PDAM. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono mengatakan, pekan depan pihaknya akan mengundang PDAM dan eksekutif guna mengklarifikasi laporan tersebut. Dia menilai, laporan itu merupakan cerminan dari beberapa persoalan seputar pengelolaan aset Pemkot. Tidak hanya aset yang kini dimanfaatkan Perusda, tapi juga bangunan Pemkot yang berdiri di atas tanah warga. Sebaliknya, hingga kini belum juga diselesaikan ganti ruginya, sementara bangunan tersebut sudah jadi dan berfungsi untuk melayani masyarakat.

Rabu, 14 Maret 2012

Retribusi PKL Rawan Pungli

SEMARANG– Penarikan retribusi pedagang kaki lima (PKL) menjadi salah satu kegiatan pelayanan publik pemerintah yang rentan terjadi praktik pungutan liar (pungli).

Kurangnya pengawasan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan pelimpahan kewenangan pengelolaan retribusi ke SKPD lain memberi celah suburnya praktik pungli. “Itu sudah menjadi rahasia umum, kalau retribusi PKL yang ditarik besarannya melebihi ketentuan. Ini karena kontrol internal SKPD sangat minim. Sehingga mereka yang di lapangan bisa memakai dalih apa pun untuk menarik retribusi yang lebih besar dari seharusnya,” kata anggota Komisi B DPRD Semarang M Kholison kemarin.

Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono mengatakan praktik pungli di penarikan retribusi tersebut sebenarnya telah diminimalisasi dengan UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di UU itu disebutkan adanya pemberian intensif bagi petugas pemungut retribusi. Di tingkat provinsi besarnya mencapai 3% dari total retribusi yang dikumpulkan dan 5% untuk petugas pemungut retribusi tingkat kota.

Saat ini raperda sebagai pelaksanaan atas undang-undang tersebut tengah disusun. “Tapi sekali lagi,tanpa adanya kontrol yang kuat dari internal SKPD, tetap saja berpeluang terjadi pungli,”ucapnya. Di Kota Semarang, kewenangan penarikan retribusi PKL diserahkan Dinas Pasar ke kelurahan dengan alasan keterbatasan personel. Pelimpahan ini justru akan menimbulkan persoalan yang lebih kompleks.

Banyak pendirian PKL dilakukan di kawasan terlarang seperti di bahu jalan,pedestrian, hingga bantaran sungai namun tetap saja ditarik retribusi. Seperti yang terjadi di kawasan PKL Tlogosari. Tenda PKL didirikan di pinggir sungai tapi retribusi tetap dikenakan.“ Di satu sisi Pemkot belum serius melakukan penataan, di sisi lain pemangku wilayah setempat justru melakukan pembiaran, bahkan menarik retribusi,”katanya.

Penasihat Komunitas Pedagang Semarang Setara (Kompass) Slamet Riyanto menyatakan ada ketidaksinkronan di antara SKPD terkait yang mengelola PKL dan retribusi. Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, semestinya pemerintah tidak bicara retribusi selama penataan yang dilakukan belum dilakukan. Parahnya,aparat kelurahan mengabaikan norma tersebut dengan tetap menarik retribusi meski itu di kawasan terlarang PKL.

“Kalau sudah ditarik retribusi berarti PKL itu legal. Aturan yang ada harus dibaca secara utuh dan dikaitkan dengan aturan lainnya. Jangan hanya berdalih di tempat terlarang kemudian main gusur. Padahal, para PKL sudah ditarik retribusi,”ucapnya. Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP- 2K) Semarang Bambang Setyoko mengungkapkan kegiatan relokasi yang dikemas dalam bentuk penataan PKL akan menghadapi kendala jika PKL telah tumbuh dalam jumlah besar.

Terlebih,selama itu mereka telah dipungut retribusi. Solusinya adalah pemerintah harus menyediakan lahan pengganti untuk PKL. “Demi kepentingan yang lebih besar, seperti pencegahan banjir, relokasi memang harus dilakukan. Cara yang ditempuh juga jangan sampai merugikan pedagang,”tandasnya.

Sumber : Seputar Indonesia, 14 Maret 2012

Senin, 12 Maret 2012

Pemkot Biarkan Pedagang Unggas

PENGGARON-Pemkot Semarang tak bisa menghadapi protes bertubi-tubi pedagang dan jasa unggas. Buktinya, Pemkot kini justru menoleransi pedagang dan jasa pemotongan unggas yang menempati Pasar Induk Raharja (Pasindra). Tak hanya itti. Pemkot juga menoleransi para pedagang unggas yang masih berada di luar RPU.

Alasan Dinas Pasar, pihaknya menyadari keterbatasan tempat di RPU Penggaron. "Hasil rapat bersama. komisi B beberapa waktu lalu, kita menyadari penyiapan tempat di RPU Penggaron masih kurang. Tidak bisa menampung pernotongan unggas yangmasih di luar," kata kepala Dinas Pasar, Abdul Madjid, (11 /3) kemarin.

Artinya, pedagang dan jasa potong unggas di Pasindra (diperbolehkan menetap di sana (Pasinidra)? "Kalau itu saya tidak ngomong (toleransi). Yang jelas kalau ditampung di RPU Penggaron tidak akan rnuat 'ka­tanya beralasan. Meski begitu, Dinas Pasar akan mengkaji kembali penambahan bangunan di RPU Penggaron, untuk menampung jasa pemotongan unggas yang masih menyebar di Kota Atlas.

"Penambahan bangunan masih akan kami bicarakan dengan pihak terkait. " Dari 8 kios pemotongan unggas dan 11 Iapak penyimpanan ayam, baru 3 yang sudah ditem­pati. "Tinggal 5 kios dan 11 kan­dang ayam. Kalau memang tidak ditempati pedagang yang saat ini di Pasindra, kita akan serahkan kepada pedagang lain." Berdasar pendataan Dinas Pertanian, ada 182 jasa pemotongan unggas di RPU Penggaron. Dinas Pasar akan menyeleksi pedagang untuk ditempatkan di kios RPU yang masih kosong.

"Jumlah 182 itu masih secara umum Kami belum tahu mana pedagang besar dan mana yang kecil. Kami masih meminta Dinas Pertanian untuk mempertajam jumlah pedagang yang besar. Penempatan kios kami prioritaskan pedagang besar."

Wakil Ketua Komisi B, Ari Purbono mengingatkan Pemkot agar janji optimalisasi Penggaron ditepati "Kami tak ingin bangunan Penggaron mangkrak gara-gara tak ditempati pedagang.

Sumber : Jawa Pos 12 Maret 2012

Kamis, 08 Maret 2012

Pengawas Bank Pasar Dievaluasi

SEMARANG-Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Daerah (PD) BPR Bank Pasar yang merangkap jabatan sebagai direktur salah satu BUMD milik provinsi disorot Dewan. Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono mengingatkan Pemkot agar segera mencari solusi atas rangkap jabatan tersebut.

’’Mei mendatang, jabatan ketua dewan pengawas ini sudah harus berakhir. Kami berharap segera ada ketua dewan pengawas definitif agar masa transisi tidak berkepanjangan,’’ ujarnya, Selasa (6/3), saat sidak ke kantor PD BPR Bank Pasar.

Rabu, 07 Maret 2012

FPKS Akan Ajukan Hak Angket

Pengelolaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron mengecewakan. Kedua tempat tersebut dinilai belum maksimal dalam melayani masyarakat.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono saat bersama beberapa anggota komisi itu meninjau kedua tempat tersebut, Selasa (6/3). Ari bahkan menilai, kondisi itu merupakan bentuk pembiaran yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah. Mengingat keduanya juga menggunakan dana APBD, maka dia menganggapnya sebagai penyimpangan. Atas nama Fraksi PKS, Ari kemudian mengungkapkan jika pihaknya akan mengajukan hak angket.

Selasa, 06 Maret 2012

Pedagang Unggas Pasindra Tempati RPU Penggaron

Sikap Pemkot melunak setelah dua orang pedagang dan pemilik usaha pemotongan unggas di Pasindra bersedia pindah di RPU Penggaron. Kesepakatan secara tertulis dibuat keduanya, setelah Dinas Pasar mengultimatum akan menutup lapak mereka pada Senin (5/3).

Kepala Dinas Pasar Kota Abdul Madjid mengatakan, dua dari tiga pedagang yang masih mengosongkan lapak dan kandang mereka di RPU Penggaron sudah bersedia pindah. Mereka menandatangani pernyataan untuk segera menempati lapak dan kandang tersebut.

"Tinggal satu orang pedagang yang belum mau pindah. Kami masih beri waktu dua hari mendatang, jika tidak benar-benar ditempati maka akan disegel," katanya, hari ini.

Dinas Pasar tidak mempersoalkan apakah tempat tersebut akan dioperasikan oleh anak buah mereka. Pasalnya, tiga orang yang belum kunjung pindah ke RPU Penggaron ini adalah pedagang besar.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono mengingatkan agar janji mengoptimalkan RPU Penggaron ditepati. “Kami akan kawal terus persoalan ini. Yang pasti kami tak ingin bangunan RPU Penggaron mangkrak gara-gara tak ditempati pedagang,” tandasnya.

Sumber : Suara Merdeka, 6 Maret 2012

Senin, 05 Maret 2012

Deadline RPU Penggaron Berakhir

SEMARANG - Batas waktu pemilik usaha unggas untuk menempati kios dan lapak di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron, Semarang berakhir, kemarin.

Dinas Pasar Kota Semarang hari Senin (5/3) ini akan melakukan pengecekan kios dan lapak yang masih kosong lantaran belum ditempati pedagang. Lapak dan kios kosong akan segera diberikan ke pedagang lain. “Sesuaikesepakatandengan Satpol PP, Minggu (4/3) ini adalah toleransi terakhir pedagang untuk mengisi kios atau lapaknya di Penggaron. Jika tetap tak mau menempati,terpaksa kami berikan ke pedagang lain. Masih banyak pedagang unggasyangmembutuhkantempat usaha,”beber Kepala Dinas Pasar Abdul Madjid,kemarin.

Hingga kemarin Madjid mengaku belum mendapat laporan dari bawahannya mengenai rincian kios/lapak yang belum ditempati.Namun dia memastikan akan menghapus nama pemilik lama dan melimpahkan ke pihak lain jika peringatan segera mengisi Penggaron tetap diabaikan. “Besok (hari ini) kami cek lapangan. Kios atau lapak di RPU Penggaron itu bukan sebagai bentuk ganti rugi atas proses pemindahan dari Pasar Kobong (Rejomulyo) ke Penggaron. Kios dan lapak itu diberikan agar digunakan untuk berjualan, bukan untuk dikosongkan atau ditelantarkan,” tegas dia.

Sementara itu,sejumlah pedagang Pasar Induk Raharja (Pasindra) atau Pasar Kubro akan mempertahankan tempat usahanya di RPU Penggaron meski sudah disegel oleh Satpol PP. Di sisi lain, mereka juga ngotot tetap berjualan di Pasar Kubro. “Tempat kami di Penggaron tidak boleh diambil alih.Kami akan pertahankan, karena lahan tersebut bukan pemberian Pemkot tapi ganti rugi atau penukaran tempat kami yang ada di Pasar Kobong. Kami punya surat-suratnya,” tutur Iskandar, pedagang unggas Pasindra, kemarin.

Bagi pedagang yang juga Wakil Sekretaris di Paguyuban Pedagang Unggas Pasindra ini pemusatan usaha unggas di RPU Penggaron bukan langkah tepat.Wilayah Kota Semarang yang sangat luas membutuhkan beberapa titik usaha dan jasa pemotongan unggas. Terlebih fasilitas di RPU Penggaron tidak memadai dan tidak memungkinkan menampung seluruh rumah pemotongan unggas yang masih tersebar.

“Dalam membangun RPU seharusnya pemerintah memperhitungkan fasilitasnya.Kenapa baru sekarang akan dilengkapi. Kami tetap meminta di Semarang ada beberapa titik rumah pemotongan unggas. Rumah sakit saja ada yang milik pemerintah dan ada yang milik swasta. Kenapa pasar unggas tidak bisa seperti itu,” kata dia. Terpisah Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono tetap menyatakan rekomendasi pemindahan pedagang unggas ke RPU Penggaron adalah keputusan final. “Besok (hari ini) kami akan menggelar rapat evaluasi atas langkah-langkah yang sudah dilakukan Pemkot. Termasuk menyiapkan kemungkinan penggunaan hak angkat kami,”tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Plh Sekda Hadi Poerwono pada Senin (13/2) mengancam akan mencabut izin dasaran pedagang yang tak mau menempati RPU Penggaron. Izin akan diberikan ke pedagang lain. Ancaman itu langsung ditindaklanjuti dengan penyegelan sementara 8 kios pemotongan unggas dan 11 lapak kandang unggas.Tempat usaha unggas tersebut diketahui milik 11 pedagang Pasindra. Para pedagang kemudian di-deadline untuk menempati Penggaron hingga awal bulan Maret ini.

Sumber : Seputar Indonesia, 5 Maret 2012

Selasa, 28 Februari 2012

Pemindahan Pedagang Pasar Bulu Tidak Jelas

DINAS Pasar kembali menjadwal ulang rencana pemindahan Pasar Bulu ke tempat penampungan sementara di Jalan HOS Cokroaminoto dan Jayengan. Kali ini pedagang dideadline awal April harus mengosongkan Pasar Bulu serta menempati los dan kios yang telah dibangun.

Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid dihadapan Komisi B DPRD kemarin mengungkapkan rescheduling pemindahan pedagang tersebut menyesuaikan agenda pembongkaran Pasar Bulu oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). ”Pembongkarannya di bulan April. Kami masih memberi kesempatan pedagang untuk berjualan di Pasar Bulu hingga akhir Maret.

Awal April atau maksimal pada 6 April, pedagang harus sudah mengosongkan Pasar Bulu,”tegas dia. Hasil koordinasi dengan DPKAD diketahui pada tanggal 2 April lelang pembongkaran Pasar Bulu terkait kegiatan revitalisasi akan dimulai. 12 April pemenang lelang akan diumumkan dan pembongkaran bangunan dimulai 23 April hingga 18 Mei.

”Jadi pada saat pembongkaran itu sudah tidak ada lagi pedagang,” ujar Madjid. Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono meminta agar koordinasi antara Pemkot dan pemerintah pusat diintensifkan. Pasalnya,hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai status bantuan pusat.

Sumber : Seputar Indonesia 28 Pebruari 2012

Jumat, 24 Februari 2012

Komitmen Pemkot Dipertanyakan-DPRD: Relokasi Pasindra ke Penggaron Mendesak

SEMARANG– Sikap Pemkot Semarang menunda penyegelan usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra) dan tidak segera merelokasi ke rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron dipertanyakan Komisi B DPRD.

Dewan menilai pemerintah kota tidak komitmen dengan janji dan aturan yang telah dibuatnya.“ Kami sayangkan sikap Pemkot yang melempem,tidak mengikuti kesepakatan bersama dan aturan.Kalau memang sampai persoalan RPU Penggaron ini tidak serius, atas nama pribadi dari Fraksi PKS, kami akan menggalang dukungan untuk hak angket,” tegas Wakil Ketua Komisi B DPRD Ari Purbono,kemarin.

Selasa, 21 Februari 2012

Pasindra Salahi Aturan

Pasindra Harusnya untuk Hasil Bumi
  • Bukan untuk Pemotongan Unggas
SEMARANG- Peruntukkan Pasar Induk Raharja (Pasindra) sebagai pemotongan unggas menyalahi aturan. Sesuai ketentuan, pasar yang berada di Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk ini semestinya Pasar Induk yang menjual hasil bumi.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Ari Purbono menilai rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya belum efektif. Rekomendasi itu soal penutupan usaha pemotongan unggas di Pasindra, dan seluruh pedagang ke RPU Penggaron.

Senin, 20 Februari 2012

Dewan Dampingi Penyegelan

Pedagang Unggas Pasindra
Ketidaktegasan Satpol PP Pemkot Semarang menutup usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra), membuat kalangan dewan geram. Komisi B berencana mendampingi Satpol PP ke ke lapangan, untuk menutup usaha unggas yang men­empati Pasindra serta sejumlah rumah pemotongan unggas lain di luar RPU Penggaron. "Kalau Satpol PP tidak bisa, kami akan turun kelapangan.

Kami akan dampingi (Satpol PP) melakukan penyegelan. Tidak hanya di Pasindra, tapi jugs untuk rumah pemotongan unggas di luar RPU Penggaron;' ucap Wakil Ketua Komisi B, Ari Purbono, kepada Radar Semarang, kemarin (18/2). Seperti diketahui, langkah Satpol PP menyegel usaha ung­gas di Pasindra, Jumat (17/2) lalu batal dilakukan. Sebab, pedagang melakukan. perlawanan, dengan memblokir semua akses Pasindra. Tidak ingin terjadi kontakfisik den­gan pedagang, Kepala Satpol PP Gurus Risyadmoko akhirnya me­narik mundur personelnya.

Penarikan mundur personel Satpol PP, setelah Gurus dan sejumlah perwakilan pedagang melakukan perundingan. Isi perundingan, peda­gang diberi kesempatan bertemu dan mengajukan luntutan kepada komisi B. Pertemuan antara pedagang dan komisi B serta perwakilan Pemkot dilakukan pada Senin 20/2) besok. Kemarin, sejum­ah pedagang mulai enggan berkomentar terkait masalah tersebut. "No comment. Saya tidak ingin komentar masalah ini. tidak usah mancing-mancing," ujar Triyono, seorang pedagang unggas dengan nada tinggi. Bicara saja dengan Pak Agus Ketua FKPS Agus Tiyanto, yang jelas kami tidak mau komentar," tandasnya.

Ketua Forum Komunikasi pedagang Semarang (FKPS) Agus Tiyanto mengatakan, para pedagang akan menemui anggota comisi B, sesuai janji Satpol PP pada jumat (17/2) lalu. "Teman-t­eman (pedagang unggas Pasindra) sudah sepakat seperti komitmen satpol PP merembug masalah ini ke komisi B, Senin besok ujarnya. Dalam pertemuan besok, lanjut agus, pihaknya akan mengede­pankan dialog dengan kepala dingin untuk mencari celah­-celah solusi yang paling men­guntungkan. 

Pedagang juga akan mempertanyakan kebi­jakan pemusatan usaha unggas di RPU Penggaron yang dinilai tak memiliki kekuatan hukum. "Kami akan mempertanyakan alasan Pemkot memusatkan pedagang dan jasa unggas di RPU Penggaron. Dasar hukumnya apa? Kami ingin melihat dasar yuridisnya sejauh mana. Dan, kalau pedagang tetap menempati Pasindra bagaimana?" kata Agus. Apakah pedagang tetap akan melakukan perlawanan seperti pada Jumat (17/2) lalu, ketika Satpol PP akan melakukan penyegelan? Bagaimana jika Pemkot dan dewan tetap ber­sikukuh menertibkan pedagang unggas di luar RPU Penggaron? "Dari tim akan mengondisikan tidak terlalu ke sana (bentrok). 

Kami akan gunakan akal sehat, hormati pemerintah, tapi kita juga ingin pemerintah dan DPRD taat dengan peraturan. Jangan sampai pedagang digenjet dengan per­aturan, tapi dasar peraturannya sendiri tidak kuat;'tandasnya. Menjawab soal aturan yang dipersoalkan perwakilan peda­gang, Ari Purbono menyatakan, pemusatan usaha dan jasa pemotongan unggas di RPU Penggaron sudah diatur dalam Perda Kesmafet No 6 Tahun 2008. 

Selain itu, sentralisasi usaha tersebut juga tercantum dalam Perda Rencana Tata Ruang dan wilayah (RTRW). Juga ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). "Kita tidak akan mengubah Perda yang ada sesuai dengan aturan yang ada Perda Kesmafet No 6 Tahun 2008. Di RTRW ada, di RPJMD ada. 

Jadi sudah jelas dan kami tetap tidak akan men­gubah rekomendasi penutupan itu," tegas politisi PKS tersebut. Sementara itu, usaha pemo­tongan unggas di Jalan Merak, kawasan Kota Lama, tepamya sisi selatan Polder Tawang yang disegel Satpol PP, kemarin, tidak ada aktivitas. Pita kuning tanda penyegelan masih melintangi pintu gerbang yang tertutup seng. Sebuah kertas warna merah muda bertuliskan pelanggaran Perda juga tertempel di samping pintu tersebut.

Sumber : Jawa Pos, 19 Pebruari 2012

Sabtu, 18 Februari 2012

PKL Perlu Ditata Kembali

BALAI KOTA- Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sejumlah wilayah Kota Semarang perlu penataan ulang, sebab keberadaan mereka dinilai masih mengganggu aktivitas warga Semarang lain.

Berdasarkan temuan Komisi B DPRD Kota Semarang, bahkan ada PKL di ruas Jalan Pandanaran II yang menjual bukan peruntukkannya, yaitu minuman keras.

Hal tersebut mengemuka dalam rapat kerja Komisi B dengan Dinas Pasar, Bappeda dan sejumlah pedagang, Jumat (17/2). Menurut Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono, pemkot dalam menata PKL belum mengacu pada peraturan yang ada. ’’Kami banyak mendapatkan keluhan warga di sekitar jalan WR Supratman yang menyatakan pedagang menganggu lalu lintas. Juga menutup pintu akses salah satu gereja,’’ kata Ari.

Di bagian lain, anggota Komisi B Danur Rispriyanto menemukan ada PKL di Jalan Pandanaran II yang memperjual belikan minuman keras, hal ini dianggap meresahkan masyarakat terutama pengunjung. ’’Kalau ini dibiarkan, citra kawasan Simpanglima dan Taman KB sebagai sentra kuliner bisa tercoreng. Sebelumnya sudah ditegaskan bahwa tidak ada jual beli minuman keras,’’ tandas Danur.

Temuan itu, kata politikus Partai Demokrat, harus segera ditindak lanjuti, agar PKL di kawasan tersebut yang sudah menjadi percontohan bisa dipertahankan. ’’Percuma, sudah ditata tetapi masih ada yang melanggar, sebab penataan PKL ini untuk menguntungkan semua pihak. Kalau menjual minuman keras juga mempengaruhi pedagang lain, sebab pengunjung enggan mampir,’’ tegasnya.

Sementara itu, anggota Komisi B yang lain, Hanik Khoiri Solikah meminta agar keberadaan PKL mingguan di Jalan WR Supratman ditertibkan kembali, karena mengganggu warga lain yang melintas. ’’Walaupun mereka berjualan seminggu sekali, tetap harus mematuhi aturan yang ada sama seperti pedagang lain,’’ kata Hanik.

Selain itu, ia juga meminta aparat meminta menertibkan bangunan PKL yang semi permanen di ruas jalan tersebut. Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengatakan, temuan adanya penjualan dan bangunan semipermanen itu akan ditindaklanjuti.

’’Bersama aparat kecamatan dan keluarahan kami akan melakukan penertiban. Memang PKL WR Supratman menjadi perhatian dinas pasar,’’ tutur dia. Selain itu, pihak dinas pasar juga akan melakukan pengecekan pada PKL Jl Pandanaran II yang menjual minuman.

Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL Pandanaran Sakti Setyawam Djuanedi mengakui, ada PKL yang menjual minuman.’’Kami akan mencoba berbicara dengan rekan kami, ke depannya tidak lagi menjual minuman keras,’’ ujarnya.

Sumber : Suara Merdeka ,18 Februari 2012

Pajak dan Retribusi Parkir Belum Optimal

SEMARANG- Penerimaan pajak dan retribusi parkir Kota Semarang pada 2011 sebesar Rp 4,4 miliar masih kurang optimal walaupun telah melampuai target yang ditetapkan, yakni Rp 3,7 miliar.

Pasalnya, banyak potensi besar yang belum tergarap. Misalnya parkir di area perbankan dan beberapa tempat yang ada kegiatan perpakiran. Untuk itu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) serta Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informarika (Dishukominfo) Kota Semarang harus mengambil langkah mengoptimalkan pendapatan pajak dan retribusi parkir.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Ari Purbono menyatakan, walaupun pihak perbankan tidak menarik biaya parkir tetap harus menanggung pajak parkir.

Jumat, 17 Februari 2012

Anggota Dewan Siapkan Hak angket

Janji Satpol PP Kota Semarang menyegel usaha unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra) di Terboyo Kulon kemarin tak terbukti. Pemkot pun kena getahnya.

DPRD Kota Semarang geram dengan kondisi ini.Ketidaktegasan Satpol PP itu akan berimbas pada kewibawaan pemerintah. Anggota Dewan mengancam akan menggunakan hak angket jika Pemkot Semarang tidak tegas menjadikan RPU Penggaron sebagai pusat usaha unggas seperti yang diamanatkan perda.

”Kalau sampai akhir Februari pedagang Pasindra tidak juga dipindah ke RPU Penggaron, kami akan menggunakan hak kami, hak angket,” tandas Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono kemarin. Sikap tak tegas yang diperlihatkan Satpol PP juga menyulut kegeraman anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Kholison. ”Sudah ada instruksi dari Plh sekda untuk menyegel, tapi itu tidak dilakukan.Kami juga telah merekomendasikan penyegelan. Secara internal ini berarti pembangkangan,tidak loyal kepada pimpinan.

Kamis, 16 Februari 2012

Pedagang Pasindra Pilih Bertahan

SEMARANG– Pedagang unggas dan jasa pemotongan unggas di Pasar Induk Raharja (Pasindra), Terboyo Kulon tetap bersikukuh tak mau pindah ke rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron.

Mereka bersedia pindah asal semua fasilitas dan sarana pendukung aktivitas pedagang di RPU Penggaron sudah dilengkapi. ”Fasilitas air bersih belum berfungsi. Padahal air sangat penting bagi higienitas ayam potong,” kata Iskandar, 50,salah satu pedagang jasa potong unggas Pasar Pasindra kemarin.

Kemarin perwakilan pedagang unggas dan jasa pemotongan unggas di Pasindra bertemu dengan Komisi B DPRD Kota Semarang. Mereka mendesak Dewan mengeluarkan rekomendasi penundaan penyegelan lapak dan kios unggas di Pasindra. ”Kami mohon agar penyegelan bisa ditunda hingga fasilitas dilengkapi. Termasuk akses jalan dari RPU Penggaron sampai Jamus, Bangetayu Wetan dan angkutan umum yang masuk sampai RPU. Sementara ini kami mohon untuk (diperbolehkan) menempati Pasindra,”kata Iskandar.

Menanggapi permintaan pedagang,Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono menyatakan kepindahan pedagang ke RPU Penggaron adalah keharusan.Pasalnya, RPU Penggaron sudah ditetapkan Pemkot Semarang sebagai sentra pasar unggas di kota ini. ”Kalau pedagang mintanya seperti itu,Komisi B lepas tangan. Kami tetap tidak akan mengeluarkan rekomendasi seperti permintaan pedagang, tidak ada penundaan kepindahan,” tandasnya. Anggota Komisi B lainnya, Kholison menambahkan, sudah ada komitmen dari Pemkot untuk memenuhi fasilitas RPU Penggaron.

Meski dilakukan bertahap,pedagang harus bisa mengapresiasi dan mendukung program pemerintah. Di sisi lain, rencana relokasi sudah disiapkan sejak lama sehingga penundaan berimbas pada kewibawaan pemerintah. Juga menyebabkan bangunan RPU mangkrak. Sementara itu,janji Pemkot Semarang menyegel lapak dan kios unggas di Pasindra kemarin tak jelas juntrungannya. ”Itu sudah kewenangan Satpol PP,” ujar Sekretaris Dinas Pasar Fajar Purwoto. Adapun Kepala Satpol PP Gurun Risyadmoko diketahui berada di Jakarta dan hanya mengabarkan penyegelan ditunda.

”Sudah kami jadwalkan, besok (hari ini) kami ke sana (Pasindra),” ujar Gurun lewat pesan singkat kemarin. Wali Kota Semarang Soemarmo HS berpendapat kekurangan fasilitas di RPU Penggaron tidak bisa dijadikan alasan penolakan oleh pedagang Pasindra. Sebab, Pemkot Semarang telah berusaha keras memenuhi semua permintaan pedagang.

Sumber : Seputar Indonesia, 16 Pebruari 2012

Rabu, 15 Februari 2012

Giant ‘Bunuh’ Pasar Karangayu

Begitu beroperasi, Giant dianggap menjadi batu sandungan. Maklum saja, swalayan ini bertetangga dengan pasar tradisional Karangayu.

Hypermarket yang sejak beberapa bulan silam telah berdiri itu kini benar-benar memantik gerah sebagian besar pedagang Pasar Karangayu. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Karangayu Samidi Wiharjo menuturkan, keberadaan Giant di Jalan Sudirman itu kini menjadi biang menurunkannya omzet dalam sepekan terakhir ini.

“Saat pembukaan Giant, pembeli di pasar tradisional bisa dihitung. Saya tidak tahu, apakah sepinya pembeli karena ada masa promo di Giant atau memang sudah mulai pindah belanja. Sekarang ini benar-benar terasa, termasuk pelanggan saya sendiri yang mengaku harga-harga di sana (Giant) jauh lebih murah. Selain itu, barang dagangannya juga segar-segar,” kata Samidi yang juga pedagang ayam potong ini.

Dulu, masih kata Samidi, ia bisa menjual 20 ekor ayam perhari. Namun sekarang turun lima sampai 10 ekor saja. “Kami pernah membahas persoalan itu dalam rapat pengurus payuban. Dan ternyata memang benar, ada penurunan pembelian. Yang paling terasa imbasnya adalah pedagang kelontong dan sayur mayur. Biasanya setiap hari paling sedikit 10 pembeli, namun beberapa hari terakhir hanya dua atau tiga pembeli saja yang bertransaksi.

Saat ini banyak pedagang mempertanyakan komitmen Pemkot yang sempat melontarkan pernyataan akan melindungi pasar-pasar tradisional. Namun pendirian pasar moderen justru sangat berdekatan dengan pasar tradisional sehingga mengancam petumbuhan ekonomi kerakyatan.

Sementara Komisi B DPRD Kota Semarang, yang menangani perkembangan pasar tradisional, berencana akan mengundang instansi teknis untuk mengetahui kejelasan masalah tersebut. Wakil Ketua Komisi B Ari Purbono menyatakan, munculnya Giant dekat dengan Pasar Karangayu itu menjadi hal yang kontradiktif, disaat Pemkot berupaya melindungi pasar tradisional. “Dengan mengundang SKPD terkait, dewan akan mempertanyakan komitmen Pemkot itu seperti apa,” tegas Ari.

Anggota Komisi B Kholison justru menyoroti soal izin pendirian Giant. Ia mendesak Pemkot untuk melakukan penelusuran/kajian atas izin yang dimiliki oleh pemilik/investor Giant Karangayu tersebut. “Harus ditelusuri lagi izin apa yang dikantongi Giant. Kalau ternyata nggak berizin, bisa saja Pemkot melakukan penutupan sementara sampai investornya menyelesaikan izin-izinnya. Namun secara prinsip, pendiriannya di sebelah pasar tradisional sudah melanggar karena bisa saja mematikan pasar yang sudah ada,” kata Kholison.

Cuma Cabang
Terpisah, Kepala Bidang Perizinan Perekonomian Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang Amirin Dzazuli, saat rapat dengan Komisi A DPRD yang menangani perizinan usaha belum lama ini, mengakui saat ini banyak toko moderen yang belum memiliki surat izin usaha perdagangan (SIUP). Hal itu dikarenakan sebagian besar pengelolaannya di daerah merupakan kantor cabang.

“Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/ 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Dalam aturan itu, usaha di daerah/ kantor cabang masih menjadi pengecualian. Dengan begitu, toko-toko moderen tersebut merupakan cabang usaha sehingga dalam peraturannya menjadi hal yang dikecualikan. Untuk izin-izin yang lain seperti KRK (Keterangan Rencana Kota), IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan HO (Hinder Ordonantie/ Izin Gangguan) tetap dikeluarkan oleh Pemkot,” jelas Dzazuli

Selasa, 14 Februari 2012

RPU Penggaron Disegel

Rumah pemotongan unggas Penggaron diobok-obok Satpol PP, kemarin. Kios-kios di sana disegel. Mengapa?

Karena tak juga ditempati para pedagang unggas setelah hampir 6 bulan, akhirnya belasan kios dan lapak di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron disegel oleh Pemkot.

Kemarin, petugas Dinas Pasar dan Satpol PP terpaksa menyegel kios-kios kosong tersebut dengan menempelkan kertas bertuliskan penutupan sementara, dan kios-kios tersebut mulai kemarin dalam penguasaan Pemerintah Kota Semarang.

Kepala Dinas Pasar Abdul Madjid mengatakan, penutupan kios tersebut untuk menegakkan Perda No10 tahun 2000 tentang pengaturan pasar. Selain itu juga menindaklanjuti rekomendasi Komisi B DPRD Kota Semarang dalam rapat kerja 09 Februari lalu yang antara lain berbunyi, tindak lanjut pencabutan hak pemakaian tempat dasaran di RPU Penggaron.

“Selama kios ini ditutup, statusnya dalam pengawasan Satpol PP. Kalau memang selama 7x24 jam masih tidak ditempati pemiliknya, akan kami tawarkan ke pedagang lain,” cetusnya.

Kios yang disegel itu di antaranya delapan lapak pemotongan ayam, dan 11 kios penjualan ayam. Para pedagang yang mengosongkan kios-kios itu saat ini berjualan di Pasar Pasindra Terboyo. “Kami menyediakan tempat untuk mereka sejak September lalu. Kalau memang tidak di pakai ya terpaksa akan kami tawarkan ke pedagang lain,” imbuh Madjid.

Selama enam bulan RPU Penggaron beroperasi ini, lanjut Madjid, lapak yang sudah ditempati sudah ditarik retribusi sejak tiga bulan lalu, sementara yang belum menempati belum ditarik retribusi.

Terkait adanya pedagang ayam yang berjualan di Pasar Pasindra, Dinas Pasar sudah mengirimkan surat teguran agar segera pindah ke RPU Penggaron. ”Kami sudah berupaya mencukupi fasilitas yang dibutuhkan sesuai standar minimal. PRU tersebut dibangun Pemkot dnegan biaya yang besar,” lanjut Madjid.

Majid berharap para pedagang unggas yang belum masuk ke RPU Penggaron segera masuk dan bergabung dengan pedagang lainnya. apalagi para pedagang ini sudah punya pelanggan, pasti para pelanggan akan mencari pedagang,” ujarnya.

Madjid mengaku tidak bisa melakukan tindakan represif terkait pedagang yang ada di Pasar Pasindra, karena merupakan kewenangannya Satpol PP.

Percuma Ada Perda!
Tindakan tegas Satpol PP dan Dinas Pasar ini sejatinya berpijak dari sentilan keras kalangan dewan yang sempat pesimistis terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Dalam sidang paripurna penetapan perda, Senin lalu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono melontarkan kata-kata panas saat memberikan tanggapan dalam sidang paripurna penetapan perda, kemarin. “Percuma saja ada perda. Susah payah kita membuat perda, ternyata masih belum bisa ditegakkan. Bahkan, ada yang dilanggar,” katanya dengan suara lantang.

Ari menyebut satu contoh perda yang sampai sekarang belum ditegakkan SKPD, yakni Perda Kesehatan Masyarakat Veteiner (Kesmavet). Salah satu bab/pasal dan ayat di dalam perda itu menyebutkan, semua usaha jasa pemotongan unggas harus dilakukan di dalam rumah pemotongan unggas (RPU) Penggaron.

Ia menilai Satpol PP Kota Semarang belum mampu melakukan tindakan penegakan perda. “Di Pasindra saja sekarang masih ada, mengapa mereka (pedagang pemotongan unggas) tidak ditindak tegas?” tegasnya.

Tindak Pedagang
Mendengar pernyataan Ari Purbono tersebut, Plh Sekda Kota Semarang Hadi Purwono langsung maju ke atas mimbar dan memberikan penjelasannya. Hadi langsung meminta SKPD terkait untuk segera bertindak tegas terhadap pedagang yang masih berada diluar RPU.

“Nanti, semua pedagang (pemotongan unggas) harus masuk ke RPU!” tegas Hadi sembari melirik Kepala Satpol PP Kota Semarang Gurun Risaydmoko. “Jika imbauan ini tidak diindahkan, maka izin dasaran mereka yang ada di RPU akan dicabut dalam batasan waktu tertentu! Bahkan, mereka pun tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan usaha pemotongan unggas dimanapun (di wilayah Kota Semarang).”

Soal pedagang yang masih berada di pasar induk raharja (Pasindra) Kaligawe, ia meminta usaha itu harus segera dihentikan. “Saya minta sekali lagi kepada SKPD terkait agar rekomendasi dari Komisi B DPRD yang meminta agar semua pedagang tersebut masuk ke RPU segera dijalankan!” Tegasnya lagi.

Menanggapi penegasan Sekda tersebut, Gurun Risyadmoko pun langsung bereaksi. “Ya, kami akan siap melaksanakannya. Besok (kemarin, red) akan segera kami sosialisasikan kepada pedagangnya untuk segera pindah ke RPU. Kemudian kami akan menyegel semua lapak usaha potong unggas yang ada di Penggaron,” kata Gurun singkat.

Sumber : Harian Semarang 14 Pebruari 2012

Senin, 13 Februari 2012

Pasar Rasamala Memprihatinkan

Para pedagang di Pasar Rasamala, Kelurahan Srondol Wetan, Banyumanik, mengeluhkan kondisi pasar yang mengalami rusak parah.

Keadaan tersebut terjadi karena sejak berdiri sekitar tahun 1985 hingga sekarang, pasar yang terletak di Jalan Rasamala Timur dan Jalan Rasamala Raya Kelurahan Srondol Wetan itu tidak pernah direnovasi sekali pun.

Padahal para pedagang maupun melalui perwakilannya di Persatuan Pedagang Jasa Pasar (PPJP) Pasar Rasamala sudah mengajukan proposal renovasi sebanyak tiga kali dan surat permohonan kepada instansi terkait, tetapi tidak mendapat tanggapan.

Ketua PPJP Pasar Rasamala, H Halim Ritonga, Minggu (12/2) mengatakan, hampir semua bagian pasar mengalami kerusakan parah sehingga membahayakan para pembeli maupun pedagang yang berjualan di tempat tersebut.

Para pedagang pun mengeluhkan kondisi pasar yang sudah tidak nyaman digunakan untuk berjualan. Salah satunya adalah kondisi talang dan atap yang bocor. ”Saat hujan, sejumlah pedagang tidak bisa berjualan karena lapak jualannya kebocoran air hujan. Kondisi atap pasar yang keropos juga menjadi satu kekhawatiran para pedagang,” terang Halim.

Swadaya

Jujuk (45), pedagang daging mengatakan, selama ini kerusakan yang terjadi di pasar diperbaiki sendiri oleh para pedagang secara swadaya. ”Kami bisanya hanya memperbaiki yang sifatnya tambal sulam saja dengan cara patungan. Seperti memperbaiki talang yang bocor atau saluran yang mampet,” katanya.

Ibu Maryono (54), pedagang sembako menambahkan, dia tidak keberatan merogoh kocek sebesar Rp 81 ribu per bulan untuk biaya restribusi los jualan yang berukuran 2x4 meter.

”Saya tidak keberatan ditarik restribusi sebesar itu tetapi yang penting ada timbal baliknya,” kata wanita yang mengaku telah berdagang di pasar itu sejak tahun 1990-an itu.

Kepala Dinas Pasar Kota Semarang Abdul Madjid mengatakan, pemerintah belum mempunyai anggaran untuk pembangunan Pasar Rasamala pada tahun 2012. Sebab saat ini anggaran masih terfokus pada pembangunan Pasar Bulu dan perbaikan Pasar Sampangan Baru. ”Tahun ini pemerintah belum mempunyai anggaran untuk pembangunan Pasar Rasamala,” katanya.

Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua Komisi B Kota Semarang, Ari Purbono. Pada tahun ini anggaran pasar masih terfokus untuk pembangunan Pasar Bulu dan perbaikan Pasar Sampangan Baru.

Sumber : Suara Merdeka 13 Pebruari 2012