Senin, 14 Februari 2011

Buang Sampah Sembarangan, Akan Dipenjara

* Penegakan Perda No 6/1993

PEDURUNGAN - Wali Kota Soemarmo geram melihat masih ada sampah yang menggunung   di selokan. Kesadaran masyarakat soal kebersihan masih rendah, terbukti saluran air kerap menjadi areal pembuangan sampah.

Ini dikeluhkan saat meninjau saluran di Jalan Supriyadi usai memimpin apel Resik-resik Kali, Minggu (13/2). Ia yakin, sampah yang dibuang di selokan dilakukan secara sengaja. Terbukti sampah yang terbuang itu beragam bentuk dan jenis seperti gabus, plastik, pohon, bungkusan makanan, minuman. Sampai bantal, bangkai sampai tinja pun terbuang di selokan.

’’Ini yang buang manusia dudu setan. Orang yang membuang ini jelas tidak memiliki etika, sehingga menyusahkan orang lain,’’ ucapnya sambil melihat gunungan sampah di perlimanan Tlogosari.

Wali Kota akan membuat peraturan yang lebih tegas. Bahkan denda Rp 50 ribu ternyata tak membuat pelaku pembuang sampah semabarangan jera. Nilai denda akan dinaikkan berlipat jadi Rp 5 juta.
’’Ini baru usulan. Setidaknya supaya masyarakat sadar, betapapun sampah yang dibuang sembarangan akan merugikan orang lain,’’ tandasnya.

Adakan Sidak

Mulai Minggu (14/2), tim yustisi Pemkot Semarang dibantu kepolisian dan pengadilan negeri akan mengadakan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah lokasi. Berpegang pada Perda No 6/1993 tentang Kebersihan akan menjaring dan merazia pembuang sampah liar di tempat umum seperti pasar, terminal dan ruang publik mana pun.

Dalam peraturan itu, jika terbukti membuang sampah tidak pada tempatnya akan dikenakan denda Rp 50 ribu dan tiga bulan kurungan penjara.  

’’Penindakan secara tegas kepada siapapun, tanpa kecuali. Kalau kedapatan di lingkungan pemerintah, PNS pun terkena sanksi,’’ tegasnya.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Ari Purbono menyambut baik penindakan itu. Hanya saja kebijakan itu perlu dibarengi dengan penyadaran kepada masyarakat.

’’Sebenarnya sudah saatnya Pemkot mengevaluasi pengelolaan sampah. Apakah regulasinya yang salah atau aparaturnya yang lemah. Sudah banyak anggaran dikucurkan mulai dari program Kakikol, SPA sampai sekarang Resik-resik Kali, hasilnya belum terlalu signifikan,’’ ungkapnya.

Upaya penyadaran sangat penting dibanding dengan pengenaan sanksi. Sebagaimana yang pernah dilontarkan Rektor Undip, Prof Dr Sudharto P Hadi, kegiatan yang bersifat formal perlu dilanjutnya dengan kultural. ’’Pengelolaan sampah bukan dari atas tetapi benar-benar dari bawah,’’ kata Ari. (H37,H35-16) Suara Merdeka-semarang Metro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar