Sabtu, 23 Juli 2011

PDAM TIDAK ADIL

BALAI KOTA- Bertubi-tubi keluhan pelanggan tentang pengenaan tarif batas  minimal yang dibebankan sepihak oleh PDAM hingga kini masih mengalir.

Pelanggan menyayangkan kebijakan itu tidak diimbangi peningkatan pelayanan.
Titin Rejeki (55), warga Abimanyu 2/24B, kemarin mengadu ke Komisi B DPRD Kota.

Ditemui Wakil Ketua Komisi B, Ari Purbono, Titin menjelaskan, dirinya harus membayar tunggakan sebesar Rp 3.085.975.
Tunggakan itu dihitung PDAM dari pemakaian selama 2010. Yang menjadi kejanggalan, dari hasil print out tagihan tercatat pada Mei - Desember 2010 sebesar 0 m3, sedangkan tagihan hanya muncul Januari (10 m3), Februari (100 m3), Maret (100 m3), dan April (684 m3).

”Jika dinalar sangat janggal, saya tinggal sendirian di rumah tapi mengapa tagihan pada April 2010 bisa mencapai 684 meter kubik. Lantas apa gunanya meteran,” ujar Titin.

Menurut dia, tunggakan itu baru ditagihkan pada saat ia membayar Juni 2011. Dia diminta menandatangani surat pernyataan kesanggupan mengangsur tunggakan. PDAM memberi toleran waktu hingga 10 bulan ke depan agar mengangsur tiap bulan sebesar Rp 308.593.

Jika tidak menyelesaikan tepat waktu, PDAM akan penutupan sambungan air di rumahnya. Karena faktor ketidaktahuan, dia hanya asal menandatangani surat tersebut. Setelah diadukan ke DPRD, dia baru tahu kalau keluhan semacam ini banyak diadukan pelanggan lainnya.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota, Ari Purbono berharap agar pihak PDAM dapat segera  menyelesaikan keluhan warga, khususnya masalah pengenaan tarif batas minimal.  Ia menilai momentum ini bisa dimanfaatkan PDAM untuk klarifikasi pada pelanggan.

”Kalau pemakaian tinggi namun pembayaran rendah, memang yang rugi PDAM. Namun pemakaian ini dasarnya, ya harus sesuai angka yang tercantum dalam meteran,” terangnya.

Lantas jika tagihan 0 m3, lanjutnya, sama saja kerja petugas pencatat meteran diragukan. Ia tidak mempermasalahkan jika PDAM akan menaikkan tarif dasar air, karena sudah disepakati dalam Perda. Hanya saja jangan dengan menetapkan tarif batas minimal, hal itu sama saja mendorong masyarakat berperilaku konsumtif.
Dia tidak sepakat adanya kebijakan itu. Semestinya pemakaian air yang ditagihkan PDAM itu sesuai dengan yang tercatum di meteran. 

”Tidak kemudian melakukan manipulatif data. Secara formal minggu depan kami akan mengadakan rapat untuk membahas  masalah ini. Kami segera memanggil direksi. Secepatnya, sebelum pembahasan APBD perubahan,” tandasnya.

Kurang Maksimal

Pengamat sosial Prof Dr Abu Su'ud menilai kebijakan PDAM ini tak adil. Dia membandingkan dengan pelayanan perusahaan daerah itu selama ini yang masih kurang maksimal. Meski berbentuk perusahaan, menurutnya, PDAM juga mempunyai peran sosial pada rakyat. ”Saya tak setuju. Sebab airnya saja mengalir tidak tentu. Di saat kita membutuhkan, justru kadang air tak mengalir,” katanya.

Dia menegaskan, dengan kondisi seperti itu, maka tak bijak jika menerapkan tarif minimal. Sebab, mereka yang mungkin memakai air tak sampai tarif tersebut, bisa diakibatkan oleh pelayanan PDAM yang kurang prima. 
Pelanggan mungkin membutuhkan air sebesar atau bahkan lebih besar dari batas minimal. Tapi, karena air jarang mengalir, akhirnya mereka hanya bisa menggunakan sedikit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar